EmitenNews.com - Total kerugian negara dalam kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. (TINS) di Bangka Belitung besar sekali. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mencatat kerugian mencapai Rp300 triliun, sesuai berkas penyidikan para tersangka. Kejagung menyerahkan tiga tersangka, dan barang bukti ke JPU, Kamis (11/7/2024).

“Total kerugian negara yang diakibatkan dalam perkara tindak pidana korupsi dalam penambangan bijih timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Rp300.003.263.938.132. Nilai kerugian negara tersebut merupakan real loss,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Jumat (12/7/2024).

Kerugian PT Timah sepanjang periode 2015-2022 itu, paling banyak menyangkut soal kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun. Sedangkan kerugian negara yang bersumber dari pendapatan BUMN timah itu, sebesar Rp26,64 triliun.

Jumlah kerugian itu, tercatat dalam berkas perkara para tersangka yang sudah dilimpahkan penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kapuspenkum Kejagung menyebutkan, kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas penambangan bijih timah ilegal itu, berasal dari perbuatan korupsi berulang-ulang sepanjang 2015-2022. Hulu dari praktik korupsi tersebut, berawal dari penyimpangan fungsi, dan peran sejumlah pejabat dinas energi dan mineral di pemerintahan daerah di Provinsi Bangka Belitung. 

Penyimpangan tersebut, mulai dari penerimaan uang dari pihak-pihak swasta pelaku penambangan, pemurnian, dan pelogaman bijih timah ilegal, sampai pada telaah Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) bodong yang disetujui. 

Ada juga penyimpangan berupa, sikap tanpa pengawasan, dan pemberian sanksi atas aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan penambangan ilegal yang merusak ekosistem lingkungan. 

Mengenai penerimaan uang, Harli Siregar mencontohkan, tersangka Amir Syahbana (AS). Kabid Pertambangan Mineral dan Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung itu, menerima pemberian uang Rp325,9 juta. 

“Tersangka AS, bersama-sama tersangka (penyelenggara negara lainnya) SW, dan tersangka BN telah menerima uang pemberian, dan menerima sejumlah fasilitas lainnya dari pelaksanaan RKAB yang tidak sesuai telaah tim evaluator,” ujar Harli Siregar.

Lalu, tersangka Suranto Wibowo (SW), dan Rusbani (BN), masing-masing Kadis ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Januari 2015-Maret 2019, dan Kepala Dinas (Kadis) ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Maret 2019-Desember 2019 yang menyetujui RKAB palsu atas aktivitas penambangan, dan pemurnian bijih timah oleh enam perusahaan swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk sepanjang 2015-2019. Yakni PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), CV VIP, PT RBT, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dan PT MCM. 

“Akibat dari perbuatan tersangka SW bersama pihak-pihak perusahaan tersebut mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,284 triliun,” ujar Harli Siregar. 

Kerja sama enam smelter dengan PT Timah berdasarkan RKAB palsu tersebut, membuat BUMN Timah itu mengalami kerugian. Terutama akibat beban pembayaran yang harus dikeluarkan untuk membayar produksi bijih timah yang diperoleh dari hasil penambangan ilegal di lokasi IUP PT Timah sendiri. 

“Nilai biaya yang dibayarkan oleh PT Timah Tbk yang menjadi kerugian negara adalah sebesar Rp26,64 triliun,” ungkapnya.

Sementara itu, Kamis (11/7/2024), Tim Jaksa Penyidik pada Jampidsus, Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas tiga orang Tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tiga orang tersangka itu, masing-masing AS. Kabid Pertambangan Mineral Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kepulauan Bangka Belitung, periode 4 Mei 2018 sampai 9 November 2021 itu, ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat.

Berikutnya, Tersangka BN. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 5 Maret 2019 - 31 Desember 2019, tidak dilakukan penahanan. Lalu, Tersangka SW. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 19 Januari 2015 sampai 4 Maret 2019 itu, ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. ***