EmitenNews.com - Kasus korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari belum selesai. Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengusut kasus penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terpidana kasus korupsi itu. Tim penyidik KPK menyita 91 unit kendaraan mewah berbagai merek, di antaranya diatasnamakan perusahaan dan kakak ipar yang merupakan manajer Timnas Indonesia, Endri Erawan.

Dalam keterangannya kepada pers seperti dikutip Jumat (7/6/2024), Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK menelusuri dan menyita aset-aset diduga hasil dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang melibatkan Rita itu.

Puluhan kendaraan mewah  itu ditemukan dalam serangkaian penggeledahan di beberapa tempat termasuk di Samarinda, Kalimantan Timur. Sebanyak 91 unit kendaraan itu, dari berbagai merek seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes Benz, Hummer, dan lain sebagainya.

KPK mengungkapkan, banyak kendaraan diatasnamakan pihak lain termasuk perusahaan dan kakak ipar Rita yang merupakan manajer Timnas Indonesia, Endri Erawan.

Tidak itu saja, tim penyidik KPK turut menyita 30 barang mewah, berupa jam tangan, seperti Rolex berbagai tipe dan model, Hublot Big Bang, Chopard Mille, hingga Richard Mille.

"Penyitaan tersebut tentu dalam rangka upaya optimalisasi asset recovery untuk dikembalikan kepada negara yang diduga dari hasil kejahatan korupsi," ujar Ali Fikri di Kantornya, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Seperti diketahui kasus korupsi Rita Widyasari sudah lama ditangani KPK, setidaknya mulai diproses pada era kepemimpinan KPK jilid IV, Agus Rahardjo Cs. Mantan Ketua Umum Partai Golkar Kukar itu, bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus pencucian uang pada Selasa, 16 Januari 2018.

KPK menduga Rita dan Khairudin menerima fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai bupati. Keduanya diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp436 miliar.

Rita dan Khairudin diduga membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi tersebut untuk membeli sejumlah kendaraan dengan menggunakan nama orang lain. Kemudian juga untuk membeli tanah dan menyimpan uang atas nama orang lain.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelum ini, Rita dan Khairudin telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap izin operasi perkebunan kelapa sawit dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Dalam kasus ini Rita divonis dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim juga mencabut hak politik mantan politikus     Partai Golkar itu, selama lima tahun, terhitung mulai dari yang bersangkutan selesai menjalani pidana pokok. 

Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Rita terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp110.720.440.000 terkait perizinan proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Rita melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Khairudin yang juga anggota Tim 11 Pemenangan Rita. Khairudin divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Khairudin awalnya ialah anggota DPRD Kutai Kartanegara saat Rita mencalonkan diri sebagai bupati periode 2010-2015.

Rita juga didakwa menerima uang suap Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun. Suap itu terkait dengan pemberian izin lokasi perkebunan sawit.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Rita Widyasari kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu sejak dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018. Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. ***