EmitenNews.com - Habis sudah kesabaran Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Mereka mengancam menghentikan pasokan minyak goreng. Pasalnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan menunggak sampai Rp300 miliar. Sepertinya ada kendala verifikasi di lapangan, sehingga dikhawatirkan terjadi pembayaran untuk sesuatu yang tidak ada buktinya.

 

Aprindo, dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo pada 27 Maret 2023, sudah mengadukan adanya tunggakan hingga lebih dari Rp300 miliar itu. Dana sebesar itu, untuk pembayaran rafaksi minyak goreng satu harga periode 19-31 Januari 2022, sesuai instruksi Permendag nomor 3 tahun 2022.

 

Kita tahu ketika terjadi lonjakan harga minyak goreng di pasaran sehingga menimbulkan koor ramai di masyarakat. Pemerintah kemudian membuat program minyak goreng curah kemasan sederhana di era Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

 

Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/4/2023), Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey mengungkapkan, data Aprindo per 31 Januari 2022, tagihan rafaksi minyak goreng lebih dari Rp300 miliar dari peritel jejaring dan lokal di seluruh wilayah Indonesia.

 

Sudah satu tahun lebih pembayaran rafaksi minyak goreng ini belum juga diselesaikan, meski Aprindo terus melakukan audiensi secara formal maupun informal. Selain kepada Kementerian Perdagangan, juga ke Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS), Kantor Sekretariat Presiden. Termasuk menyampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI.

 

Karena itu, Aprindo melayangkan surat kepada Presiden Jokowi, agar bisa memberikan solusi atas kepastian pembayaran uang tersebut. Kata Roy, pembayaran rafaksi minyak goreng yang sudah macet setahun lebih itu akan sangat berarti bagi para peritel.

 

Di luar itu, Aprindo sedang menginisiasi berbagai opsi atas macetnya pembayaran Rp300 miliar ini. Salah satunya, dalam waktu dekat akan menghentikan pemasokan minyak goreng dari produsen ke ritel-ritel.

 

Kepada pers, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman menjelaskan, proses pencairan klaim dana tersebut ada di Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. BPDPKS baru bisa membayarkan dana tersebut setelah ada verifikasi dari pihak Kemendag.

 

Verifikasinya terkait total volume dan distribusi minyak goreng setiap perusahaan yang terlibat. Rupanya, verifikasi mengalami kendala di lapangan, seperti informasi yang diperoleh dari Kemendag. Menurut Eddy Abdurachman, karena ini juga menyangkut masalah hukum, berkaitan dnegn pertangungjawaban. Intinya, jangan sampai dibayarkan untuk sesuatu yang ternyata tidak ada buktinya. ***