EmitenNews.com -- Krisis ekonomi berkepanjangan dan lambannya pemulihan ekonomi, menunjukkan kerapuhan fondasi ekonomi Indonesia yang selama ini dibangun. 

 

Praktek monopoli, konglomerasi dan ekonomi kapitalistik mematikan usaha kerakyatan, memperluas kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial. 

 

Kondisi ini semakin diperparah oleh budaya gemar berutang dan mempermanis istilah hutang luar negeri dengan bantuan luar negeri. 

 

Celakanya, lagi utang luar negeri dari negara-negara donor dan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia banyak yang dikorup oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. 

 

“Tingkat kebocoran ini cukup signifikan bahkan memakan porsi yang cukup besar dari total anggaran pembangunan,” ujar Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Sabtu (9/9).

 

Dia menjelaskan pinjaman Bank Dunia untuk Indonesia banyak yang bocor di birokrasi Indonesia. 


“Saya kira, persoalan utang luar negeri ini bila tidak diselesaikan dengan baik akan dapat menghambat pemulihan ekonomi dan menjatuhkan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional,” tegasnya. 

 

Hardjuno, menyayangkan pernyataan  Presiden Joko Widodo yang meminta perlakukan lebih adil dari Bank Dunia. 


Sebab selama ini Jokowi adalah presiden yang sangat hobi berutang dibandingkan dengan semua presiden Indonesia sebelumnya sejak Presiden Soekarno. 

 

“Kan utang sudah jadi pilihan bahkan hobi dari pemerintahan Pak Jokowi. 10 tahun memerintah nambah utang Rp 5,125 triliun sehingga total utang kita sekarang Rp 7,787 triliun. Kan ini seperti seneng utang tapi giliran bayar ngeluh, minta perlakuan adil,” kata Hardjuno.