Menurut Andhyta, salah satu tantangan terbesar dalam transisi menuju nol karbon adalah pendanaan. Biaya yang diperlukan untuk melakukan proses transisi tersebut sangat besar, dan selama ini masih dianggap terpisah atau eksternalitas dari proses produksi dan konsumsi. Sebagai contoh ilustrasi, untuk di negara berkembang Asia, ADB memperkirakan investasi tahunan sebesar US$1,7 triliun dibutuhkan untuk infrastruktur transmisi tersebut hingga tahun 2030. Pengeluaran ini harus dibiayai sedemikian rupa sehingga pendanaan dari hal-hal lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak akan teralihkan dan masyarakat tidak merasakan dampaknya.

 

Salah satu contoh dari implementasi pembiayaan berkelanjutan yang berorientasi pada lingkungan, sosial dan tata kelola adalah saat HSBC Indonesia mengumumkan penyaluran pinjangan berjangka hijau sebesar USD 20 juta kepada PT Indo-Rama Synthetics, Tbk., sebuah perusahaan publik di Indonesia, produsen benang pintal dan polyester terintegrasi yang merupakan anak perusahaan dari Indorama Corporation Pte. Ltd., Singapore (“Indorama”).

 

Pinjaman berjangka hijau akan digunakan untuk mendukung upaya Indo-Rama mengurangi konsumsi energi melalui instalasi mesin-mesin baru dengan teknologi dan penggunaan energi yang lebih efisien pada perluasan pabrik benang pintal, serta meningkatkan pencapaian ESG dari Indorama Group secara keseluruhan. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi sekitar 20% yang diperoleh dari penggunaan mesin-mesin dan teknologi yang lebih hemat energi.