Penyidik KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka pada Desember 2015. Ia diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi dalam pengadaan tiga unit QCC pada 2010. Sebagai Dirut PT Pelindo II, Lino juga diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan memerintahkan penunjukan langsung kepada perusahaan asal China untuk pengadaan tiga QCC tersebut. Lino disangka telah melakukan mark up. Sprindik untuk RJ Lino ditandatangani lima pimpinan KPK sekaligus pada 15 Desember 2015. 

 

Analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mencatat peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu, terdapat potensi kerugian keuangan negara USD3.625.922 (sekitar Rp50,03 miliar). Angka tersebut berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011. 

 

"Dalam pengadaan quay container crane 2010, penyidik telah menemukan 2 alat bukti yang cukup untuk menaikkan ke penyidikan dengan RJL sebagai tersangka. RJL disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," kata (ketika itu) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015). ***