Literasi Sebagai First Defense dan Investasi di Pasar Modal Harus Mudah dan Murah
EmitenNews.com—Para pengamat ekonomi, bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mempertegas tentang kondisi perekonomian dunia, termasuk di Indonesia di tahun 2023. Ancaman Resesi dan masuknya tahun politik menyongsong pesta demokrasi jelang pemilu 2024 menjadi topik yang terus menghiasi diskusi maupun pemberiberitaan di media massa. Namun di mata Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) ada tantangan tambahan selain resesi dan hangatnya tahun politik di 2023 untuk industri pasar modal khususnya.
“Untuk pasar modal ada tantangan tambahan yaitu literasi di industri ini yang mengalami pertumbuhan minim alias menurun, meski inklusinya naik cukup signifikan. Literasi untuk calon investor dan investor itu menjadi PR kita bersama. Pertanyaan yang akan timbul adalah kenapa bisa seperti itu inklusinya tumbuh tapi literasinya tak berjalan seiringan. Ini harus dicari solusinya,”ungkap Jeffry kepada EmitenNews.com, Selasa di Jakarta( 27/12).
Jeffrey menjelaskan untuk bursa, literasi itu adalah first defense untuk perlindungan investor, karena perlindungan investor itu adalah literasi. Jeffrey mengibaratkan literasi itu ibarat sebuah vaksin, jadi ketika kita sudah terliterasi maka kita sudah tervaksin sehingga kita memiliki mekanisme internal untuk menangkal virus.“Kalau kita terliterasi mungkin kita belum menjadi investor saham yang sukses tapi paling tidak bisa menangkal investor bodong masa iya tidak bisa,” kata Jeffrey.
Jadi first defense dari investor protection itu lanjut Jeffrey harusnya dari literasi itu baru ada investor protection lain setelah dia menjadi investor. Bursa mempunyai UMA, notasi khusus, lalu ada SIPF, OJK juga punya peraturan yang mengatur hal ini sebagai bentuk perlindungan bagi investor. Semua itu menurutnya merupakan rangkaian investor protection yang harus disediakan, karena itu adalah hak nya investor.
Untuk meningkatkan literasi dan meningkatkan jumlah investor, Jeffry mengatakan banyak hal yang akan dilakukan dan selama ini sudah berjalan baik untuk dilanjutkan sekaligus mengkreasikan hal-hal yang baru juga.
Terkait dengan inklusi yang mengalami peningkatan cukup signifikan dan berbanding terbalik dengan literasi yang mengalami pertumbuhan minim. Jeffrey menilai hal tersebut terjadi karena inklusi yang mengerjakan banyak seperti anggota bursa. “Seperti 94 anggota bursa, sekian puluh agen penjual reksadana mengerjakan, sementara literasi siapa yang mengerjakan ? Hampir minim sekali. Literasi itu sebenarnya setiap Penyelenggara Jasa Keuangan (PJK) diwajibkan untuk melakukan literasi tersebut, namun yang namanya wajib pasti dilakukan dengan batas minimum saja,” ungkap Pria kelahiran tahun 1973 ini.
Bursa kata Jeffrey selama ini terus mengajak pihak-pihak untuk memiliki kepedulian yang sama seperti komunitas dan perguruan tinggi. Seyogyanya literasi bisa dilakukan baik itu sendiri-sendiri, berdua atau bersama. Ditambahkannya, bursa juga menginformasikan kepada para anggota bursa jika melakukan literasi itu maka akan ada benefitnya juga untuk para anggota bursa. “Jadi dia Jangan melihat ini sebagai kewajiban peraturan tapi dia harus melihat ini sebagai peluang untuk melakukan branding, karena branding melalui literasi itu sebenarnya paling efektif,” harapnya.
Meminjam istilah marketing, langkah ini merupakan soft marketing. “Karena dengan cara ini maka akan lebih mudah masuk kepada para calon investor maupun para investor apalagi first timer. Dengan menjadi yang pertama bagi mereka yang belum mengenal industri pasar modal maka biasanya yang pertama mereka kenal akan diingat cukup lama,” kata Jeffrey dengan gaya senyuman khasnya.
Jeffrey menilai pentingnya komunikasi dengan anggota bursa mengenai keseriusan dukungan soal literasi. Para anggota bursa jangan menganggap ini hanya sebagai kewajiban tetapi menggencarkan soal literasi itu juga mendapatkan benefit untuk jangka Panjang. “Untuk jangka panjang ada benefit untuk mereka, karena ini bagian dari branding. Jadi anggaran yang dikeluarkan untuk literasi bukan anggaran CSR, ini adalah anggaran marketing dan itu akan sangat berbeda Jadi kita selalu melihat ada benefit long term dari sisi komersial maupun dari sisi bisnis,” jelas Jeffrey.
Related News
OJK Awasi Ketat Pinjol KoinP2P, Ini Alasannya
Pendapatan dan Laba JSPT Kompak Menguat per September 2024
IDX Gelar Ring the Bell for Climate & Closing Ceremony
IHSG Turun Tipis di Sesi I, ISAT, TLKM, ESSA Top Losers LQ45
Hasil Survei, BI Tangkap Sinyal Penghasilan Warga Bali Tumbuh Positif
BEI Pangkas Syarat NAB Pencatatan Reksa Dana Jadi Rp1M, Ini Tujuannya