EmitenNews.com - Lonjakan harga komoditas tambang beberapa waktu belakangan ini membawa dampak positif terhadap penerimaan negara. Hingga triwulan III 2021 realisasi Penerimanaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor tambang sudah mampu mencapai Rp49,67 triliun atau 127% dari yang ditargetkan pemerintah di tahun 2021, yaitu Rp39,1 triliun.


"Dari target 2021 sejumlah Rp39,1 triliun yang kami targetkan, hingga saat ini sudah mencapai Rp49,67 triliun. Sementara masih ada waktu tiga bulan tersisa. Ini capaian terbaik," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaludin dalam Konferensi Pers: Capaian Kinerja Triwulan III Tahun 2021 dan Isu Strategis Subsektor Minerba pada Selasa, (27/10).


Capaian positif ini, tambah Ridwan, dilatarbelakangi oleh harga komoditas dan implementasi kebijakan yang tepat dari pemrintah. "Hal (realisasi) ini didorong oleh harga-harga komoditas yang bagus dan upaya pemerintah memberikan kebijakan yang memungkinkan badan usaha untuk bertindak lebih cepat dan lebih lincah," tegasnya.


Faktor lain yang menunjang tingginya realisasi PNBP adalah tingkat produksi batubara dalam negeri. Selama sembilan bulan, produksi batubara domestik mencapai 450 juta ton atau 72% dari target produksi tahun 2021 sebesar 625 juta ton. Dari jumlah tersebut, serapan pemanfaatan batubara domestik mencapai 98,3 juta ton atau setara 71,5% dari target 137,5 ton.


Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Sujatmiko, sebagian besar pasokan batubara domestik diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. "Bagaimana jaminan pasokan dalam negeri? Listrik akan mengunakan 113 juta ton. Kami pastikan batubara untuk dalam negeri, baik listrik atau industri, akan terpenuhi," ungkapnya pada kesemapatan yang sama.


Sujatmiko menjamin suplai batubara cukup untuk pembangkit listrik dan industri di dalam negeri, kendati adanya potensi gangguan cuaca di akhir tahun. "Lihat sampai September ini kita mencapai 450 juta ton, dengan target 625 juta ton di akhir tahun ini berdasarkan data yang ada menuju ke sana agak kurang sedirikt, kurang sedikit karena faktor cuaca," jelas Sujatmiko.


Pemerintah tetap proporsional dalam mendorong para pelaku usaha untuk terus menggenjot produksi batubara. "Tetap mempertimbangkan target yang sudah dicanangkan. Mungkin nggak penuh tapi karena faktor cuaca bukan karena kesiapan di lapangan," Sujatmiko menambahkan.


Demi memenuhi kebutuhan industri domestik, pemerintah sendiri tengah membahas penetapan harga Domestic Market Obligation (DMO). "Kami akan finalisasi harga DMO batubara untuk industri nonlistrik. seperti industri semen. Kami telah berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian dan Asosiai Pertambangan Batubara Indonesia untuk membahas formula harga DMO dan kualitas batubaranya," ujar Sujatmiko.


Sujatmiko menambahkan, wacana kebijakan harga DMO batubara untuk industri dalam negeri akan mempertimbangkan operasional produsen batubara dan ruang fiskal negara secara berkelanjutan. Menurut rencana, harga DMO batubara untuk industri dibuat lebih fleksibel.


Kementerian ESDM menetapkan DMO batubara untuk pembangkit listrik dalam negeri sebanyak 25 persen dari total produksi batubara nasional. Adapun harganya ditetapkan sebesar USD70 per ton. Besaran harga tersebut tidak mengikuti pergerakan harga batubara di pasar.


Pemerintah menegaskan pelaku usaha yang tidak memenuhi kebutuhan DMO untuk kebutuhan pembangkit listrik dan industri akan dikenakan sanksi. "Dilarang ekspor dan dikenakan denda sesuai dengan perbedaan harga dan kekurangan pasokannya," kata Sujatmiko.(fj)