EmitenNews.com - Mahal betul dunia politik Indonesia. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, menggambarkan untuk maju sebagai calon anggota legislatif (DPR RI) dari DKI Jakarta membutuhkan setidaknya Rp40 miliar. Tetapi, politis Partai NasDem Ahmad Sahroni mengatakan, uang bukan yang utama untuk nyaleg, meski uang penting. Ada yang habis lebih dari Rp40 miliar, ternyata gagal ke Senayan.

 

Kepada pers, Sabtu (12/8/2023), Ahmad Sahroni mengatakan, untuk menjadi anggota dewan, tidak bisa hanya karena uang semata. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu, memang wajib punya dana untuk kampanye, tetapi tidak berpatokan berapa jumlh uangnya. Bagi bendahara umum Partai NasDem ini, para calon legislatif juga harus memiliki strategi jitu untuk mengambil hati konstituen. 

 

Ahmad Sahroni mengakui, untuk menjadi anggota dewan dari Jakarta memang harus memiliki logistik kuat. Tetapi, jika strateginya tidak tepat, tentu yang disasar juga bisa tidak tepat. Alhasil, sudah mengeluarkan biaya sangat besar, tetapi gagal terpilih sebagai anggota DPR RI, Senayan, Jakarta. Untuk itu, Ahmad Sahroni bersaksi, ada politisi yang menghabiskan dana lebih dari Rp 40 miliar, tetapi gagal total.

 

“Slogan saya di Jakarta itu adalah punya duit belum tentu lolos. Enggak punya duit makin enggak lolos,” kata Ahmad Sahroni.

 

Ahmad Sahroni menanggapi Wkil Ketua MPR RI Muhaimin Iskandar yang menyatakan politik uang masih terjadi di lapangan. Karena itu, menurut Cak Imin, sulit untuk anggota Nahdlatul Ulama (NU) memenangkan pileg dari Jakarta karena biayanya sangat besar. Itu jugalah yang dinilai menyebabkan caleg dengan latar belakang sebagai aktivis sulit melaju ke Senayan, karena anggarannya cekak.

 

“Cost-nya sekitar Rp40 miliar. Ada yang Rp20 miliar, Rp25 miliar enggak jadi,” kata Muhaimin Iskandar di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Jumat (11/8/2023) malam. 

 

Yang diomongkan Cak Imin ini sebenarnya bukan barang baru. Politik uang, yang menyebabkan cost politic membengkak sangat sudah menjadi rahasia umum. Kalau kemudian korupsi merajalela, seperti sekarang ini, ada saja yang mengaitkannya dengan besarnya ongkos politik itu. ***