EmitenNews.com -LQ45 merupakan indeks saham yang tidak asing lagi bagi investor di pasar modal. Pembaca dapat dengan mudah  menemukan indeks LQ45 di selembaran koran, majalah ekonomi, website, dan televisi. LQ45 digambarkan sebagai sebuah acuan indeks saham yang kedua setelah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). LQ45 begitu populer di kalangan investor, karena saham yang terdaftar dianggap sebagai saham bagus untuk investasi. Bagi orang awam yang belum begitu mengenal indeks LQ45, lantas apa itu indeks LQ45. Menurut BEI (Bursa Efek Indonesia), Indeks LQ45 adalah sebuah indeks untuk mengukur harga saham dari 45 saham yang mempunyai likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar yang besar dan memiliki fundamental yang baik. Indeks LQ45 merupakan indeks yang tertua setelah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Indeks ini diluncurkan sejak 1 Februari 1997. Contoh saham yang ada di Indeks LQ45 diantaranya BBRI, BBCA, UNVR, PTBA, BBNI, PGEO, dan saham lainnya yang telah terdaftar di Indeks LQ45.

Saham yang terdaftar di indeks LQ45 umum akan dinyatakan sebagai 45 saham yang paling bagus. Kualitas saham di Indeks LQ45 tidak hanya sebuah label saja akan tetapi perlu pertimbangan yang mendalam. Pertimbangan – pertimbangan yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia dilakukan dengan menggunakan 3 unsur seperti yang ada di dalam pengertian indeks LQ45 yang terdiri dari likuiditas, kapitalisasi, dan fundamental. Likuiditas merupakan tingkat pencairan aset menjadi bentuk tunai. Maksudnya sebuah saham dapat dijual ke pasar dengan mudah sehingga mampu mendapat kas tunai dari hasil penjualan. Saham yang ada di LQ45 tentunya memiliki cenderung lebih likuid untuk menjadi kas tunai karena lebih cepat diserap oleh pembeli. Kecepatan likuiditas juga diikuti oleh tingkat kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar adalah suatu tingkat transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di pasar. Tingkat kapitalisasi pasar pada saham LQ45 mempunyai kapitalisasi pasar yang sangat besar sehingga membuat saham menjadi sangat likuid. Semakin tinggi kapitalisasi pasar suatu saham akan semakin likuid saham tersebut. Sebaliknya semakin rendah kapitalisasi pasar maka saham akan menjadi kurang likuid. Fundamental emiten merupakan kondisi yang mencerminkan kualitas suatu perusahaan atau emiten. Saham LQ45, umumnya mempunyai fundamental yang begitu sangat bagus. Analisis fundamental dapat dilakukan dengan mengamati perusahaan dan melalui laporan keuangan. Analisis Fundamental dilakukan secara mendalam untuk menentukan sebuah saham dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang baik dari sisi fundamental.

Rebalancing indeks LQ45 biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali dalam setahun. Rebalancing adalah suatu tindak yang bertujuan untuk memastikan dan merupakan komposisi tertentu sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan dilakukannya rebalancing ialah untuk memastikan dan mengubah suatu susunan indeks agar sesuai dengan kondisi pasar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Rebalancing di BEI (Bursa Efek Indonesia) dilakukan dengan 2 tingkatan yaitu Rebalancing Minor dan Rebalancing Mayor. Rebalancing Minor yaitu perubahan dilakukan untuk menyesuaikan bobot indeks dan tidak merubah daftar indeks. Rebalancing Minor biasanya tidak akan mengubah susunan emiten yang ada di daftar indeks LQ45. Rebalancing Mayor merupakan perubahan yang dilaksanakan untuk mengubah susunan emiten dan bobotnya agar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Rebalancing Mayor, inilah yang bisa merubah daftar saham yang ada di dalam indeks LQ45. 

Komposisi indeks LQ45 disetiap tahun mengalami berbagai perubahan.  Emiten yang keluar dari LQ45 karena Rebalancing Mayor disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

1. Tingkat likuiditas suatu emiten, sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di indeks LQ45. Biasanya terjadi penurunan likuiditas yang disebabkan oleh turunnya kapitalisasi pasar sehingga saham suatu emiten tidak mempunyai tingkat likuiditas seperti saham LQ45 lainnya.

2. Tingkat kapitalisasi yang menurun dan tidak sesuai dengan kriteria indeks LQ45. Turunnya kapitalisasi dikarenakan oleh berbagai faktor. Misalnya faktor laba, tingkat utang, isu bisnis dan lainnya yang mempengaruhi keputusan Investor.

3. Kondisi Fundamental yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di LQ45. Kondisi Fundamental dalam perusahaan dapat dilihat secara langsung baik dari sisi bisnis dan juga laporan keuangan. Penurunan kondisi fundamental ini dipengaruhi oleh kondisi bisnis perusahaan yang mulai tidak perform atau kondisi keuangan yang mulai menurun sehingga tidak sesuai dengan kriteria indeks LQ45.

Emiten yang keluar dari LQ45 biasanya dianggap kurang begitu menarik oleh para investor dikarenakan terjadi penurunan dari sisi likuiditas, kapitalisasi pasar, dan fundamental. Namun, bagi sebagian  investor lainnya, hal ini menjadi sebuah keberkahan tersendiri untuk mendapatkan saham yang bagus dengan harga murah. Saham yang populer di kalangan investor biasanya akan berada pada tingkat harga yang mahal dan mempunyai fundamental yang sangat bagus. Harga yang mahal suatu emiten yang ada di LQ45 membuat kalangan tertentu investor enggak melirik walaupun mempunyai fundamental yang sangat bagus.

Mantan emiten LQ45 mempunyai daya tarik yang tersendiri. Harga saham yang murah dan kondisi fundamental yang bagus menjadikan menarik bagi investor. Saham Bank BTPN Syariah dengan kode BTPS dulunya adalah salah emiten yang terdaftar di LQ45. Mantan LQ45 ini, sempat menyentuh diharga Rp4.890 per lembar saham pada tahun 2020 dengan dividen Rp 33 per lembar saham. BTPS di keluarkan dari indeks LQ45 pada tahun 2021. Pada tahun yang sama saham BTPS masih memberikan dividen yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp61,75 per lembar saham dan harga tertinggi di tahun tersebut ialah Rp 3.980 per lembar saham. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2022 tingkat dividen BTPS berada di kisaran yang lebih tinggi lagi yaitu Rp 92,5 perlembar saham dan pada tahun 2023, menurun sebesar Rp 70,15 per lembar saham dengan harga saham yang cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya lagi saham Bank BJB atau PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk dengan kode saham BJBR adalah salah mantan LQ45 yang dikeluarkan pada tahun 2018. Saham BJBR  selalu konsisten membagi dividen di kisaran Rp 89 hingga Rp 104,55 per lembar saham dengan kondisi harga saham yang menurun sejak 2019. Pada bidang teknologi seperti saham EMTK atau PT Elang Mahkota Teknologi Tbk yang baru saja keluar dari LQ45 tahun 2024 masih membukukan laba positif pada periode kuartal ketiga dengan dividen Rp 4-5 di setiap tahunya. Sebalik terdapat mantan LQ45 yang cenderung tidak menarik dikarenakan tidak membagi dividen, mengalami rugi, kondisi bisnis yang menurun. Misalnya saham WIKA, Adhi dan PTPP yang tidak membagikan dividen sejak tahun 2019, GGRM yang tidak membagikan dividen tahun buku 2023, GIAA yang mengalami rugi serta masih banyak lainnya.

Mantan LQ45 ada yang dapat dilirik untuk dikoleksi dan ada yang tidak dapat dilirik. Bagaimana mengetahui bahwa mantan LQ45 ciamik dan tidak. Berikut beberapa asumsi yang didasarkan pada analisis investasi jangka panjang, diantaranya yaitu:

1. Apakah mantan emiten LQ45 mampu mencapai EPS (Earning Per Share) atau laba per saham yang positif. Bilang EPS negatif saham tersebut kurang begitu menarik. Sebaliknya jika EPS Positif saham tersebut menarik.

2. Mengetahui tingkat PER (Price Earning Ratio) dengan cara membandingkan harga saham dengan labar per saham atau EPS (Earning Per Share). Perbandingan PER dilakukan pada emiten yang mempunyai bidang yang sama. Carilah PER saham yang termurah.

3. Lihat DER (Debt to Equity Ratio). DER (Debt to Equity Ratio), merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan ekuitas perusahaan. Emiten dinyatakan aman bila nilai DER (Debt to Equity Ratio) berada di bawah 1 atau 100. Sebaliknya, jika DER (Debt to Equity Ratio)   lebih dari 1 atau 100% maka emiten aman akan tetapi tidak berlaku jika pada sektor keuangan seperti perbankan.

4. Analisis tingkat PBV (Price-to-book Value) yaitu membandingkan harga saham per lembar dengan nilai bukunya. Nilai PBV (Price-to-book Value) lebih dari 1, maka emiten tersebut dikategorikan mahal. Sebaliknya emiten dengan mempunyai nilai PBV (Price-to-book Value) kurang dari 1 dapat dianggap murah.

5. Lakukan analisis pada ROE (Return on equity), ROA (Return on Asset), dan BV (Book Value Per Share). ROE (Return on equity) adalah perbandingan antara laba bersih dengan Ekuitas. Sementara itu ROA (Return on Asset) ialah perbandingan antara laba bersih dengan aset emiten. BV (Book Value Per Share) merupakan nilai yang menunjuk nilai buku suatu saham pada emiten tertentu. Pastikan nilai ROE (Return on equity), ROA (Return on Asset), dan BV (Book Value Per Share) cenderung positif dan meningkatkan.

Selain dengan indikator tersebut sebenarnya pembaca dapat menggunakan indikator lainnya yang sesuai dengan analisis investasi jangka panjang pada suatu saham yang dapat didapatkan dari buku atau informasi internet yang relevan. Selain itu, pembaca bisa melihat pola harga apakah berpola Bullish (Banteng) yang artinya harga saham cenderung meningkat naik atau Bearish (Beruang) yang berarti pola harga saham cenderung turun. Maka dengan menganalisis pola harga pembaca dapat membeli saham di momentum yang dianggap menguntungkan.

Opini ini tidak bermaksud untuk mengajak membeli atau menjual suatu saham tertentu. Contoh saham yang diberikan hanya digunakan untuk mempermudah dalam memahami opini yang disampaikan. Keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembaca.