"Tapi tampaknya masih ada peluang untuk bisa bertumbuh lebih tinggi lagi, karena posisinya Telkom Group utamanya Telkomsel dan Indihome itu masih sebagai market leader. Menurut kita, sebagai market leader masih ada peluang menumbuhkan dari segi revenue, dan akhirnya akan berdampak positif pada pergerakan sahamnya," ujar Yanuar di Jakarta, Selasa (17/10/2023).

 

Sepanjang semester I-2023, emiten telekomunikasi raksasa Tanah Air itu mencatatkan penyusutan laba bersih akibat agresivitasnya dalam pengembangan infrastruktur dan teknologi. Jika mengacu pada laporan keuangannya, TLKM memang mencatatkan laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk yang turun 4,16% secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp12,75 triliun pada semester I-2023.

 

Sehingga dengan laba yang menyusut itu, membuat margin perusahaan ikut turun, mulai dari operating profit margin yang turun tipis dari 31,70% menjadi 31%, diikuti EBITDA margin dari 52,60% menjadi 53,40%, dan terakhir margin laba bersih susut menjadi 16,90% dari sebelumnya 17,80%. Hanya saja, margin masih dipertahankan tetap positif dan berada di level dua digit.

 

"Tapi kita juga melihat bagaimana Telkom ini masih menjanjikan peluang bagi investor, mungkin masih bisa dipertimbangkan sebagai peluang investasi juga karena menurut kita, meskipun pertumbuhan revenue dan ebitdanya itu tidak setinggi emiten lainnya," sambungnya.

 

Di lain sisi, Yanuar optimistis di tengah adanya isu merger perusahaan telekomunikasi di Indonesia, seperti rumor XL Axiata dan Smartfren, Telkom masih mampu mencatatkan kinerja positif. Sebab, kata dia, fundamental TLKM yang tumbuh secara organik akan lebih kuat jika dibandingkan nantinya dengan perusahaan yang melakukan penggabungan perusahaan.

 

"Kalau dari sisi prospek mungkin kan sekarang secara organik boleh dibilang Telkom punya peluang untuk menumbuhkan kinerja yang lebih baik lagi, karena kalau kita melihat XL dan Smartfren bergabung tentu itu pertumbuhannya akan tidak akan organik," kata Yanuar.

 

"Secara organik telkom mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk menumbuhkan kinerja prospek positifnya kedepan," sambungnya.

 

Sekadar informasi tambahan, pasca Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia, aksi merger masih terus berlanjut, Smartfren dan XL Axiata kini dinilai menjadi kandidat terkuat untuk gelar penggabungan perusahaan jilid II.