Meneropong Risiko Saham Pasca-IPO
Langit-langit di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI) saat IPO salah satu emiten.
EmitenNews.com - Apakah Anda berpikir investasi saham IPO untuk jangka panjang? Adakah potensi risiko bagi saham setelah penawaran saham perdana (initial public offering/IPO)? Pasti ada! Barang tentu akan disertai berbagai faktor risiko utama yang menyertainya.
Minggu lalu persisnya pada Rabu, 17 Desember 2025, PT Super Bank Indonesia Tbk. (SUPA) telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga Rp635 per saham dan melepas 4,4 miliar saham baru. Superbank berhasil meraup dana Rp 2,79 triliun.
Pada hari pertama perdagangan, saham Superbank itu langsung menyentuh Auto Rejection Atas (ARA) dan ditutup menguat 24,41 persen atau naik 155 poin ke level Rp 790 per saham. Kemudian, harga saham terus melesat hingga 93,7 persen dari harga saham IPO dan ditutup di level Rp 1.230 pada tiga hari pasca-IPO atau tepatnya pada Jumat, 19 Desember 2025.
Menurut data BEI, masih terdapat antrian (pipeline) 9 perusahaan yang terdiri dari 6 perusahaan aset skala besar, 1 perusahaan aset skala menengah dan 2 perusahaan aset skala kecil.
Dilihat dari dari sektornya, paling banyak dari sektor financials 3 perusahaan, basic materials 2 perusahaan dan masing-masing 1 perusahaan dari sektor energy, industrials, technology, dan transportation and logistic (Emitennews.com, 20 Desember 2025).
Sebelumnya, kita tengok juga kisah saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. alias GOTO yang turun signifikan beberapa hari pasca-IPO. GOTO melantai mulai 11 April 2022 dengan harga Rp338 per saham. GOTO melepas 40,6 miliar saham dengan dana yang dapat diraih Rp13,7 triliun.
Kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) berhasil mencapai Rp400 triliun. Ketika itu, GOTO berada di posisi keempat dari 5 besar saham big caps. Inilah urutannya PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM), GOTO dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).
Namun, dua pekan setelahnya, market cap GOTO berkurang drastis hingga Rp77,8 triliun menjadi Rp322,15 triliun. Harga saham terus anjlok menjadi Rp272 per saham di bawah harga IPO Rp338 per saham (Kompas.com, 6 Mei 2022). Kemudian, kini saham GOTO terjun bebas menjadi Rp65 per saham pada 19 Desember 2025.
Aneka Faktor Risiko Utama Kondisi Fluktuatif Pasca-IPO
Sejatinya, apa saja faktor penyebab utamanya sehingga harga saham rontok pasca-IPO? Apa pula langkah strategis untuk menepis potensi risiko itu?
Pertama, faktor pertama yang paling sering menjadi penyebab utama adalah lantaran telah terjadi ketidaksesuaian (mismatch) antara hype dan kondisi konkret emiten. Saham hype terjadi ketika investor mempunyai ekspektasi begitu tinggi terhadap kinerja emiten.
Pada umumnya, investor ritel (individual) dan hijau (masih belajar) hanya memiliki angan-angan bahwa saham IPO itu akan terus terbang tinggi. Nah, ketika ternyata harga saham IPO akhirnya jeblok, mimpi indah itu langsung lenyap. Tanpa bekas.
Oleh karena itu, investor ritel sudah semestinya jangan hanya terpukau oleh berita di koran atau media online atau terpengaruh oleh pemengaruh (influencer) di media sosial (medsos) serta ajakan sahabat kentalnya. Namun investor hendaknya memperhatikan jeroan perusahaan dari awal.
Kedua, bisa pula tatkala investor ritel memborong saham IPO hanya karena euforia pasar atau euforia publik semata. Celakanya, euforia itu justru mendorong investor menjadi merasa takut tidak kebagian keuntungan dalam melakukan investasi saham (fear of missing out/FOMO). Hal itu sesungguhnya wajar terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi juga di manca negara.
Terkait dengan itu, hal itu menjadi tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator sektor jasa keuangan dan BEI untuk melakukan sosialisasi dan edukasi publik mengenai literasi investasi (financial literacy). Dengan demikian, investor ritel terutama dapat lebih memahami dan mengerti investasi di pasar modal. Melek investasi.
Ketiga, tetapi investor ritel suka tidak suka wajib mencermati analisis fundamental prospektus (calon) emiten. Hal itu meliputi struktur permodalan, rencana dana yang dapat dihimpun dan rencana pemanfaatan dana yang berhasil diraih.
Dalam prospektus IPO juga memuat potensi risiko bisnis yang dihadapi perusahaan. Selain itu, di sana terdapat valuasi saham dan harga penawaran saham. Valuasi saham adalah proses dalam menetapkan perkiraan nilai atau harga instrinsik dari satu perusahaan. Dengan demikian, (calon) investor dapat memahami apakah saham itu dinilai terlalu tinggi (overvalued) atau sebaliknya terlalu rendah (undervalued) oleh pasar.
Related News
Mekanisme Suspensi Saham Sudah Saatnya Dihapus dari Bursa
Outlook Masa Depan Bisnis Pertanian
Tantangan Inovasi Properti Indonesia 2026
Menakar Rencana Penghapusan Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 1
Non-Cancellation Period Meningkatkan Kepercayaan Investor dan Trader
Pembelajaran Penting dari Kasus Hilangnya Dana Investor Saham





