EmitenNews.com - Ada saja negara tetangga yang tidak suka Indonesia membangun industri baterai kendaraan listrik. Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan adanya tetangga sirik itu. Sayangnya, ia tak mau mengungkapkannya. Negara jiran itu menginginkan RI hanya menjadi penyedia bahan baku baterai mobil listrik.


Dalam konferensi pers virtual, Jumat (17/9/2021), Menteri Bahlil Lahadalia mengatakan, negara tetangga itu menginginkan Indonesia hanya sebagai penyedia bahan baku, lalu membangun sendiri industrinya di negaranya. "Mereka ingin bahan bakunya saja ambil dari kita. Kemudian mereka mau bangun di negara mereka industrinya, supaya made in negara a, made in negara b. Kita membaca gelagat itu."


Pemerintah jelas tidak mau dimanfaatkan seperti itu. Oleh karenanya, Indonesia menjalin kerja sama dengan investor untuk mengembangkan industri baterai mobil listrik di dalam negeri. Indonesia lebih dulu membangun hilirnya baru disusul hulunya. Bahlil mengklaim Indonesia yang pertama membangun industri seperti itu di kawasan Asia Tenggara.


“Untuk dunia ini ekosistem yang kalau kita sudah bangun semuanya ini salah satu yang pertama di dunia, dari tambang smelter, smelting, prekursor katoda, mobil kemudian battery cell dan recycle-nya itu pertama kali. Tapi ini akan terbangun semuanya di 2022," urai mantan Ketua Umum Hipmi itu.


Seperti diketahui Presiden Joko Widodo meresmikan langsung proses peletakan batu pertama atau groundbreaking Pabrik Industri Baterai Listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021). Pabrik milik PT HKML Battery Indonesia itu dibangun dengan nilai investasi USD1,1 miliar atau Rp15,62 triliun.


Kerja sama investasi pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik yang diresmikan Jokowi ini bagian dari rencana investasi Korea Selatan di hilirisasi nikel untuk menjadi produk kendaraan listrik senilai USD9,8 miliar atau setara Rp142 triliun.


Menteri Bahlil Lahadalia menyampaikan, pembangunan pabrik ini nantinya akan berdampak luas kepada Indonesia. Salah satunya menyerap tenaga kerja dalam negeri sebanyak-banyaknya. "Dalam MOU kita tekankan kepada mereka lapangan pekerjaan harus seluas-luasnya untuk dalam negeri tidak untuk luar negeri."


Menurut Bahlil, Menteri Perekonomian Korea telah sepakat bahwa orang-orang dalam industri tersebut mayoritas adalah pekerja Indonesia. Meskipun ada dari pekerja luar negeri, harus memenuhi persyaratan khusus. "Luar negeri boleh selama memenuhi spesifikasi khusus dan jabatan-jabatan tertentu. Waktu kami bicara dengan Menko-nya di Korea sepakat juga untuk kolaborasi antara BUMN, LG Group, kemudian UMKM dan pengusaha nasional yang ada di daerah." ***