EmitenNews.com - Pemerintah tetap akan menyelamatkan BUMN bermasalah, termasuk pada PT Indonesia Farma Tbk (Indofarma). Untuk itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung untuk memberantas kasus korupsi di Kementerian BUMN.

"Kasus fraud, ya fraud, korupsi kita tangkap. Tetapi bagaimana Indofarma-nya sendiri, harus bisa keluar dengan baik, ya kita harus lakukan penyelamatan termasuk tentu utang vendor, dengan macam-macam yang kita harus selesaikan," ujar Menteri BUMN Erick Thohir usai Relaunching Yayasan BUMN di Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Untuk menyelamatkan perusahaan pelat merah bermasalah, Kementerian BUMN akan melakukan berbagai langkah strategis. Meski begitu menurut Erick Thohir, pihaknya tidak pernah menutup mata terhadap kasus-kasus yang terjadi di BUMN.

Selama ini Kementerian BUMN selalu melakukan investigasi audit terhadap perusahaan-perusahaan. Apabila ditemukan kejanggalan, maka segera dilaporkan ke BPK. Erick Thohir menyebutkan, justru pihaknya yang menemukan BUMN bermasalah itu, lalu dilaporkan ke BPK untuk diaudit, dan melaporkannya ke pihak berwajib.

Dengan semangat itu, Kementerian BUMN selalu konsisten dalam melakukan pelaporan. BUMN dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja sama untuk melakukan pencegahan.

"Setiap ada kasus korupsi, ya kita laporkan dengan pihak terkait. Kita kerja sama dengan kejaksaan, bahkan KPK kan kita friendly, kita melakukan banyak isu pencegahan kepada KPK," ujar Ketua Umum PSSI itu.

Dirut Indofarma beberkan sejumlah pelanggaran 

Seperti diketahui, PT Bio Farma (Persero), induk dari Holding BUMN Farmasi mengungkapkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap anak usaha PT Indofarma, yakni PT Indofarma Global Medika yang terjerat pinjaman online atau pinjol sebesar Rp1,26 miliar.

"Pinjaman melalui fintech sebesar Rp1,26 miliar," ujar Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Temuan BPK, pinjaman melalui fintech itu bukan untuk kepentingan perusahaan dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar.

Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terhadap Indofarma dan anak usahanya Indofarma Global Medika berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

"Kami sampaikan juga supaya ada keterbukaan dari kami bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika Rp157,3 miliar," katanya.

Kemudian indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus.

Temuan berikutnya, indikasi kerugian Indofarma Global Medika atas penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke. Lalu indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.

Temuan selanjutnya, indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian Indofarma Global Medika sekitar Rp24 miliar.

Masih ada temuan lainnya, yakni kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp4,50 miliar. Terjadi pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.

Ada lagi, usaha masker tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud, kerugian sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker.