EmitenNews.com - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) secara resmi mencabut dan memulihkan nama baik tiga Presiden Republik Indonesia, yaitu Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. 

Sebelumnya, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan, MPR sepakat mencabut nama Soekarno dalam Pasal 4 Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998. Politikus Partai Golkar itu, menyampaikan hal itu dalam sidang MPR pada Senin (9/9/2024) dan Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/9/2024). 

Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (29/9/2024), Bambang Soesatyo mengatakan, MPR bersepakat terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara diri pribadi Bapak Haji Muhammad Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan. 

Keputusan ini diambil setelah kesepakatan MPR yang sebelumnya mencabut nama Soekarno dari TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 dan Gus Dur dari TAP MPR Nomor II/MPR/2001 yang juga dilakukan pada September 2024. 

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid menyerahkan langsung surat rekomendasi pemulihan nama Gus Dur ini kepada Sinta Nuriyah. "Surat tersebut kita serahkan ke keluarga Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Soeharto, Presiden terpilih Prabowo Subianto."

Pihak keluarga Gus Dur mengapresiasi surat rekomendasi pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid yang diserahkan Pimpinan MPR. Sang istri, Sinta Nuriyah Wahid  mengatakan, surat tersebut merupakan langkah untuk rekonsiliasi nasional yang diperjuangkan Gus Dur dan berharap hal tersebut berjalan efektif dan tidak sekedar basa-basi politik semata. 

"Kami berpandangan bahwa rekonsiliasi tetap harus berdasar prinsip keadilan agar bisa efektif diterapkan bukan sekedar basa-basi politik semata," kata Sinta Nuriyah dalam acara Silaturahmi Pimpinan MPR Bersama Keluarga Gus Dur di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta, Minggu (29/9/2024). 

Istri Gus Dur berharap pemulihan nama baik sang suami, Gus Dur. Termasuk dalam buku-buku pelajaran. Sinta berharap rekonsiliasi tersebut dapat berjalan sebagaimana terjadi di Afrika Selatan dan Timor Lester saat peringatan hari kemerdekaannya. Ia mengatakan, proses rekonsiliasi harus dilakukan dengan efektif dan tidak dengan setengah hati. 

"Dalam konteks Gus Dur perlu ada pelurusan sejarah bahwa Gus Dur tidak pernah melakukan tuduhan yang dialamatkan kepada beliau. Banyak ahli hukum tatanegara yang bisa bersaksi bahwa Gus Dur telah mengalami apa yang dinamakan sebagai kudeta parlementer," katanya. 

Sinta Nuriyah memandang ada dua langkah konkret yang bisa diupayakan setelah TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dicabut. Pertama, nama Gus Dur segera direhabilitasi dengan mengembalikan nama baik martabat dan hak-haknya sebagai mantan presiden. 

Kedua, segala bentuk publikasi, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang menyangkut pautkan penurunan Gus Dur dengan TAP MPR Nomor II/MPR/200 mesti ditarik untuk direvisi. 

"Karenanya pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 ini kami harapkan dapat menjadi langkah awal sebuah landasan hukum yang lebih meningkat, bagi kepentingan rehabilitasi nama baik Gus Dur ke depan nanti," tuturnya. 

Sementara itu pihak keluarga Presiden ke-2 RI Soekarno, diwakili Siti Hardiyanti Rukmana, atau Mbak Tutut, dan Siti Hediyanti Soeharto atau Mbak Titik juga mengapresiasi langkah MPR itu. Meski begitu, mereka tidak lupa memohon maaf apabila sang ayah, Pak Harto ada kesalahan di masa hidupnya. ***