EmitenNews.com - Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 di Lampung, sesungguhnya adalah pertarungan KH Said Aqil Siradj vs KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Keduanya bersaing ketat dalam memperebutkan posisi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2021-2026, bahkan sebelum Muktamar 2021 di Lampung itu, dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Dalam Sidang Pleno Muktamar NU, yang berakhir Jumat (24/12/2021) dini hari, KH Yahya Cholil Staquf dalam putaran pertama meraih suara paling banyak dari dua calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Gus Yahya meraup sebanyak 327 orang. Dua calon lainnya yaitu petahana KH Said Aqil Siradj 207, sedangkan As'ad Said Ali sebanyak 17 suara.


Kemenangan sementara dalam Muktamar NU 2021 itu, disambut meriah para pendukung Gus Yahya di luar gedung, Jumat pagi. Mereka melantunkan Selawat Badar sebagai ungkapan kebahagiaan atas raihan suara terbanyak, untuk menjadi Ketua Umum PBNU mendatang, pengganti Kiai Said Aqil Siradj.


Dengan hasil seperti itu, Gus Yahya dan Kiai Said Aqil Siradj melaju ke putaran kedua untuk menentukan Ketua PBNU 2021-2026. Keduanya berhasil melewati tahap pertama yang merupakan penjaringan bakal calon Ketua PBNU, yang menghasilkan 5 nama yang dicalonkan peserta.


Selain Gus Yahya, Said Aqil Siradj, dan As'ad Said Ali, juga ada Marzuki Mustamar, dan Ramadlan Bayo. Dalam pemilihan tahap pertama ini ada 552 suara yang diberikan kepada lima bakal calon ketua PBNU tersebut.


Usai pemilihan tahap pertama, Yahya Cholil Staquf dan Said Aqil Siradj akan maju ke putaran kedua pemilihan Ketua Umum PBNU. Keduanya akan memperebutkan suara mayoritas dari 400 lebih pemilik suara. Dalam pemilihan tahap berikutnya, direncanakan melalui voting calon atau dicukupkan berdasarkan kedua calon dan persetujuan Rais Aam PBNU 2021-2026 terpilih, KH Miftahkhul Akhyar.


Persaingan kedua tokoh –Gus Yahya vs Kiai Said– yang akan memperebutkan suara mayoritas dari 400 lebih pemilik suara, dikabarkan sudah memanas sebelum perhelatan akbar kaum Nahdlyin itu digelar. Sejak persiapan pembukaan muktamar, sudah panas soal cara pemilihan ketum PBNU mendatang itu.


Kubu Said Aqil dikabarkan menginginkan sistem pemilihan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA). Ini mekanisme yang diterapkan untuk memilih Rais Aam PBNU oleh 9 ulama senior dengan cara musyawarah mufakat. AHWA beranggotakan 9 ulama NU senior yang dipilih dengan kriteria ketat. Mereka berakidah Ahlussunnah wal Jamaah al Nahdliyah, wara', zuhud, bersikap adil, berilmu (alim), integritas moral, tawadlu', berpengaruh, dan mampu memimpin.


Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta, Samsul Ma'arif, termasuk yang mengusulkan agar pemilihan Ketum PBNU menggunakan sistem AHWA. Dengan begitu, kata dia, sistem ini dapat meminimalisir money politics dan keterlibatan pihak pihak luar yang tidak terkait dengan NU dengan alasan kepentingan politik.


“Pemilihan langsung lebih banyak mudaratnya, terutama Ukhuwah An Nahdliyah ini akan renggang dan berpotensi saling menjatuhkan di antara masing masing pendukung," kata Samsul Ma’arif kepada wartawan, Selasa (21/12/2021).


Sedangkan kubu Yahya Staquf dikabarkan ingin voting. Caranya, seperti yang dikenal selama ini: satu pemilik suara memberikan satu suaranya untuk seorang calon ketum, yang dipilihnya.


Kedua pihak sama-sama yakin bakal memenangkan pertarungan dengan sistem pemilihan yang dipilihnya. Kubu Said disebut-sebut yakin akan menang dengan sistem AHWA. Sedangkan kubu Yahya Staquf dikabarkan yakin menang dengan sistem voting.


Pihak Yahya Staquf mengklaim sudah mendapat dukungan 28 PWNU (pengurus wilayah NU tingkat provinsi) dan 440 pengurus cabang (pengurus cabang NU tingkat kabupaten/kota). Kalaulah klaim itu benar adanya, berarti Yahya Staquf sudah mengantongi suara mayoritas pemilik suara muktamar.


Sebelumnya, dalam sidang pleno di Kampus Unila Bandar Lampung, untuk menentukan tim dari AHWA berjalan lancar. Dari 625 pemilih perwakilan dari cabang wilayah dan istimewa memilih 9 kiai yang bertugas untuk menetapkan Rais Aam PBNU 2021-2026.


Mereka yang terpilih itu, KH. Dimyati Rais mendapatkan suara tertinggi, yakni 503 dukungan dari PCNU dan PWNU. Disusul KH. Mustofa Bisri (494), KH. Ma'ruf Amin (458), KH. Anwar Mansur (408), KH. TG Turmudzi (403), KH. Miftachul Achyar (395), KH Nurul Huda (384), KH. Buya Ali Marbun (309) dan KH. Zainal Abidin (272).


Dengan sistem AHWA sidang pleno yang berakhir Jumat dini hari, menetapkan KH Miftachul Akhyar menjadi Rais Aam PBNU 2021-2026. Para anggota AHWA berpendapat Rais Aam Nahdlatul Ulama 2021-2026 diharapkan tidak rangkap jabatan di organisasi lain.


Seluruh anggota AHWA mengharapkan Rais Aam fokus dalam pembinaan dan pengembangan Nahdlatul Ulama ke depan. Selain itu, diharapkan nantinya muncul calon-calon Ketua Umum Tanfidziyah lebih dari satu, dan Rais Aam menerima semua bakal calon tersebut, tentunya jika memenuhi persyaratan. ***