EmitenNews.com - Pada awal September 2024, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menindaklanjuti secara tegas adanya kewajiban nasabah yang tidak dilaksanakan, dengan melayangkan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Direktur Mirae Asset Arisandhi Indrodwisatio mengatakan langkah hukum juga secara tegas diambil mengingat adanya pelanggaran dan kelalaian (wanprestasi) dari para nasabah dalam memenuhi kewajibannya kepada Mirae Asset.

“Tindakan hukum tersebut merupakan langkah terakhir dari perusahaan terhadap para nasabah yang gagal memenuhi kewajibannya kepada perusahaan beberapa tahun terakhir, setelah sebelumnya perusahaan telah melaksanakan upaya-upaya musyawarah dengan para nasabah namun tidak ada itikad baik apapun untuk penyelesaian,” ujar Arisandhi dalam press release hari ini, 11 Oktober 2024.

Arisandhi mengatakan gugatan tersebut dilayangkan Mirae Asset pada awal September kepada 45 nasabah yang gagal memenuhi kewajibannya serta untuk mempertahankan hak hukum Mirae Asset yang dilindungi oleh ketentuan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memastikan semua pihak yang terlibat dalam transaksi saham mematuhi aturan yang telah disepakati.

Perusahaan juga akan bekerja sama dengan otoritas terkait untuk memastikan proses hukum ini berjalan dengan transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Langkah hukum yang diambil Mirae Asset tersebut kemudian disusul oleh gugatan balik oleh 40 nasabah (dari total 45 nasabah yang digugat) kepada Mirae Asset pada akhir bulan yang sama dengan beberapa tuntutan dengan jumlah gugatan hingga triliunan rupiah.

Menurut Arisandhi, tuntutan yang disampaikan oleh 40 nasabah tersebut sangatlah tidaklah berdasar, terutama terkait dengan dalil atau dasar hukum gugatan yang kabur (obscure) serta dari sisi perhitungan nominal gugatan yang sama sekali tidak berhubungan.

Namun, dia tidak bersedia memberikan komentar lebih lanjut dalam menanggapi pemberitaan dan tuntutan yang disampaikan oleh para nasabah tersebut dan akan menyerahkan kepada proses hukum sedang berjalan.

Namun demikian, dia lebih lanjut menghimbau kepada seluruh pihak untuk menghindari inisiasi hukum apapun yang beritikad buruk, yang dirancang secara sengaja hanya untuk menciptakan gangguan-gangguan (vexatios litigation) kepada pihak lainnya.

Hal ini karena telah diatur secara khusus melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 22/2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan OJK tersebut menyebutkan bahwa apabila nasabah-nasabah sebagai konsumen merasa dirugikan ataumemiliki klaim kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), untuk terlebih dahulu mengajukan pengaduanpengaduan secara resmi kepada PUJK yang bersangkutan, bukan untuk semerta-merta mengajukan gugatan hukum, apalagi gugatan hukum yang tidak berdasar.

Kegiatan seluruh operasional perusahaan, lanjutnya, tidak terkendala dan masih beroperasi secara normal. Aktivitas transaksi seluruh instrumen investasi pasar modal di Perusahaan tetap berjalan seperti biasa. Investor tetap dapat melakukan transaksi pembelian, penjualan maupun penyelesaian transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dia juga mengatakan semua aset milik nasabah aman, baik dana tunai di dalam Rekening Dana Nasabah (RDN) maupun efek surat berharga, diadministrasikan oleh Bank Kustodian dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) secara terpisah dengan aset nasabah lain maupun aset/kekayaan Perusahaan.

Menurut dia, Mirae Asset masih menjadi sekuritas terbesar dari sisi nilai, volume, dan frekuensi transaksi saham sejak awal tahun ini hingga sekarang. Perusahaan juga mencatatkan laporan keuangan 2023 yang kuat sehingga semakin mempertegas posisi perusahaan sebagai perusahaan efek terbesar dan terpercaya di Indonesia.

Laporan keuangan perusahaan teraudit tahun lalu menunjukkan aset yang kuat dan dapat menopang pertumbuhan kinerja Perseroan ke depannya, terutama dengan dukungan dari permodalan yang stabil dan kuat.

“Permodalan Perseroan yang kuat juga ditunjukkan oleh Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) yaitu di kisaran Rp 1,4 triliun setahun terakhir.”

MKDB adalah penghitungan modal minimal yang harus dimiliki perusahaan efek atau Anggota Bursa (AB) sebagai penghitungan kekuatan modalnya. Penghitungan MKBD didasari aset dan modal perusahaan yang dikurangi komponen-komponen kewajibannya. Minimal MKBD sebuah perusahaan efek adalah Rp 25 miliar atau 6,25% dari total kewajiban terperingkat (ranking liabilities) perseroan.