EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, dana masyarakat yang hilang dari berbagai aktivitas jasa keuangan ilegal mencapai Rp120 triliun. Bagi pelaku kejahatan ini, terancam hukuman pidana sampai 10 tahun penjaran, dan denda hingga Rp1 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi mengungkapkan hal tersebut dalam acara launching kampanye nasional brantas scam dan aktivitas keuangan ilegal di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (19/8/2025).

"Uang-uang sebanyak itu bukan masuk ke sektor produktif tapi justru hilang karena menjadi korban dari berbagai aktivitas keuangan ilegal yang angkanya sudah lebih dari Rp120 triliun. Ini sangat menyedihkan," ujar Frederica Widyasari Dewi.

Melalui Satgas Pasti, OJK telah menemukan dan menghentikan 1.840 entitas keuangan ilegal di sejumlah situs atau aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat. Rinciannya, sebanyak 1.556 pinjol ilegal dan 284 investasi ilegal.

Jumlah pengaduan total 11.147 dengan rincian 8.929 entitas pinjol ilegal dan sebanyak 2.208 entitas investasi legal.

"Kita sudah menutup lebih dari 1.800 entitas keuangan ilegal, baik itu berupa pinjol ilegal, kemudian penawaran investasi ilegal, dan lain-lain yang sudah sangat meresahkan," sebut perempuan yang akrab disapa Kiki ini.

Untuk menjaga sektor jasa keuangan di Indonesia dan dana nasabah, perlu partisipasi masyarakat dan pendalaman edukasi dan literasi keuangan. OJK mengajak masyarakat memberantas scam dan penipuan di sektor yang menggunakan sektor jasa keuangan yang semakin lama semakin parah.

Perkembangan digitalisasi di sektor keuangan memberikan dampak luar biasa. Di luar dampak negatif, sisi positif juga dapat mengurangi biaya operasional, penyederhanaan, kemudian bisa memberikan akses yang sangat luas dan tak terbatas kepada masyarakat kita yang sangat luar biasa.

Pelaku jasa keuangan ilegal terancam pidana dan denda hingga Rp1 triliun

Otoritas Jasa Keuangan terus mengawasi aktivitas lembaga jasa keuangan meskipun pelaku usaha jasa keuangan ilegal masih berkeliaran dan marak beroperasi. 

"Mereka yang melakukan kegiatan ini bisa dihukum 5-10 tahun penjara, bisa Rp 1 miliar sampai dengan 1 triliun," kata Frederica Widyasari Dewi.

Pengenaan sanksi dan denda itu berdasarkan aturan dari undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Aturan tersebut lahir seiring dengan perkembangan digitalisasi yang merambah ke sektor keuangan.

"Undang-undang P2SK ini lahir salah satunya adalah karena adanya faktor digitalisasi. Jadi undang-undang perbankan, pasar modal, asuransi dana pensiun dan lain-lain itu belum memasukkan aspek atau ekses dari digitalisasi ini," jelasnya.

Era digitalisasi keuangan selain memberikan kemudahan dalam memperoleh akses keuangan juga kerap disalahgunakan oleh pelaku jasa keuangan yang tidak berizin untuk menipu masyarakat dengan jeratan bunga tinggi.

Selaku regulator, pihak OJK dapat memberikan sanksi melalui aparat penegak hukum dan bersinergi dengan kementerian atau lembaga untuk penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor jasa keuangan.

"Jadi makanya yang dulu mungkin masih berlindung pada tidak adanya kejelasan ya, sekarang sudah jelas dan ini hati-hati secara punishment buat mereka yang main-main di hal ini," kata Frederica Widyasari Dewi. ***