EmitenNews.com - Desakan agar PT Dana Syariah Indonesia (DSI) bertanggung jawab atas krisis gagal bayar yang dialaminya, terus mengemuka. Paguyuban Lender DSI yang terdiri atas sekitar 2.500 orang, mendesak platform fintech peer-to-peer lending syariah tersebut memenuhi tanggung jawabnya. OJK berkoordinasi dengan aparat hukum termasuk melaksanakan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU). 

Dalam keterangannya yang dikutip Senin (17/11/2025), Perwakilan Paguyuban Lender DSI, Rida, mengatakan Paguyuban mendesak DSI segera menepati janji pertemuan pada 18 November 2025, setelah pembatalan pertemuan sebelumnya dinilai sebagai pengingkaran komitmen moral. DSI tidak bisa menghindar dari kewajiban membayar total kerugian yang mencapai Rp815,2 miliar.

"Kami menuntut, bukan hanya evaluasi, tetapi pertanggungjawaban yang nyata. Jangan biarkan nama sakral 'syariah' yang sejatinya menjalankan syariat islam menjadi bermakna 'pengkhianatan' di mata umat," kata Rida dalam keterangan tertulisnya.

DSI didesak pula untuk membuka data dan menjelaskan secara rinci akar masalah, termasuk aliran dana dan status borrower yang terindikasi over plafon.

Paguyuban Lender DSI juga meminta Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) turun tangan. Bukan hanya sebagai pembuat fatwa, tetapi sebagai penanggung jawab moral atas kepahitan yang dialami umat.

Sementara itu, OJK juga harus mempercepat audit dan mengambil langkah tegas yang berorientasi pada pengembalian hak lender sepenuhnya baik dana pokok maupun imbal hasil, bukan hanya sanksi administratif.

"DSI harus hadir dan menyerahkan proposal penyelesaian yang konkret dan realistis pada pertemuan 18 November 2025," kata Rida.

DSI beroperasi dengan dua jaminan kredibilitas tertinggi: izin resmi dan Pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan label syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Jaminan ganda itu, kata Rida, lalu menarik minat ribuan masyarakat. Di antaranya, para pekerja termasuk para pensiunan yang ingin menikmati masa pensiun dengan tenang dan umat berhijrah yang menghindari riba.

"Label syariah yang disematkan itu membuat para lender merasa tenang. Seorang perwakilan lender menuturkan, kami tidak mengejar kaya, hanya ingin dana pensiun kami berputar halal," katanya.

Namun, keterlambatan pencairan dana mulai dirasakan secara bertahap sejak periode tahun 2024, dan menjadi signifikan serta berkelanjutan di antara para lender pada Juni 2025.

"Fakta paling memilukan adalah banyaknya korban dari kalangan pensiunan, pekerja yang baru saja terkena PHK, yang kini kehilangan seluruh tabungan hari tua mereka," katanya.

Banyak lender yang mengeluhkan kesulitan menarik dana yang telah jatuh tempo bahkan banyak di antaranya mendatangi kantor DSI. Puncaknya pada 6 Oktober 2025, kegagalan pembayaran dana pokok dan imbal hasil terjadi serentak pada semua lender. 

OJK minta Dana Syariah Indonesia bertanggung jawab atas dana lender

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan meminta penyelenggara pinjaman daring (pindar) PT Dana Syariah Indonesia (DSI) untuk bertanggung jawab atas dana lender (pemberi dana) yang masih tertahan. OJK juga meminta penjelasan mengenai permasalahan di perusahaan tersebut.

Pada Selasa (28/10/2025), OJK telah memfasilitasi pertemuan antara Pengurus DSI dengan para lender di Kantor OJK, Jakarta. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan masyarakat mengenai tertundanya pengembalian dana maupun pembayaran imbal hasil dari DSI.

“OJK meminta DSI memprioritaskan pengembalian dana lender, menjaga komunikasi yang transparan, dan menindaklanjuti seluruh pengaduan secara tepat waktu dan sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/10/2025).