EmitenNews.com - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan menelusuri terlebih dahulu mengenai penghentian kasus pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menghentikan penyidikan kasus tersebut. Tetapi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan untuk proses hukum pihak swasta jalan terus.


Dalam pernyataannya kepada pers, Selasa (28/12/2021), Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan bahwa ia akan menelusuri terlebih dahulu mengenai penghentian kasus pembelian helikopter Agusta Westland-101 itu. Mantan KSAD ini masih harus menelusuri masalah itu. Saat ini, ia mengaku masih dalam orientasi lebih dalam atas tugas-tugasnya sebagai Panglima TNI, sehingga belum semua hal diketahuinya.


Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa berjanji akan mempelajari berkas-berkas kasus pembelian helikopter Agusta Westland -101, yang melibatkan TNI. "Saya akan pelajari dulu berkas-berkas yang sudah dibuat sampai dengan kesimpulan."


Seperti diketahui dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/12/2021), Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa Puspom TNI telah menghentikan penyidikan kasus korupsi pembelian helikopter AW-101. "Masalah helikopter AW-101, koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya."


Namun demikian, terkait dengan penetapan tersangka dari pihak swasta dalam penyidikan kasus tersebut, KPK memastikan prosesnya tetap jalan. Komisi antirasuah masih berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memperoleh perhitungan nilai kerugian negara dalam perkara tersebut. Untuk keterlibatan pihak swasta, prosesnya masih jalan.


"Beberapa hari ke depan, mungkin di awal tahun koordinasi itu segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh para pihak auditor," tutur Setyo.


Dalam keterangan tertulis, Selasa (12/11/2019), Wakil Ketua KPK saat itu, Laode M Syarif menyatakan, kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti menjadi salah satu kendala dalam penanganan kasus ini. Ia memastikan, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI untuk pengungkapan kasus. "KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer."


Dalam kasus ini, TNI telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.


Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.


Selain itu, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.


Sementara itu, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.


Dalam kasus ini, TNI Angkatan Udara melakukan pengadaan satu unit helikopter Agusta Westland AW-101 pada 2016. Awalnya, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Agus Supriatna menyebutkan, pihaknya akan membeli enam unit helikopter dari Inggris tersebut. Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP.


Sebenarnya pada Desember 2015, Presiden Jokowi sudah menolak usulan pengadaan helikopter tersebut. Menurut Jokowi, harga helikopter itu terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit. Setahun kemudian, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan Presiden.


KSAU menegaskan bahwa helikopter yang dibeli hanya satu unit. Helikopter tersebut juga dibeli dengan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara. Tetapi, pemerintah akhirnya mengusut pembelian helikopter itu. Perkara yang melibatkan pihak TNI diserahkan kepada Puspom TNI, dan keterlibatan kalangan swasta dalam pengusutan pihak KPK. ***