PEFINDO dan S&P Menggelar Seminar Annual Indonesia Credit Spotlight

PEFINDO, lembaga pemeringkat kredit pertama dan terbesar di Indonesia, menyelenggarakan seminar Annual Indonesia Credit Spotlight yang kedua di Jakarta.
Sementara, Kepala Divisi Pemeringkatan PEFINDO Yogie Perdana menyampaikan: “Kondisi kredit korporasi lokal diperkirakan akan tetap stabil ditengah tantangan seperti pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga. Kebijakan ekonomi yang lebih jelas setelah ditetapkannya Prabowo sebagai presiden terpilih, dan transisi pasca pemilu yang lancar akan memberikan stabilitas makroekonomi dan mendukung kondisi kredit bagi perusahaan-perusahaan lokal.”
Direktur Financial Institutions Ratings S&P Global Ratings Ivan Tan mengemukakan, Bank-bank di Indonesia telah menunjukkan pemulihan yang kuat pascapandemi dan saat ini menikmati profitabilitas yang baik dengan tetap menjaga rasio permodalan yang sehat.
Namun demikian, masih terdapat tantangan pada kualitas aset yang mungkin akan menjadi tantangan utama dalam lingkungan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Menyoroti tren Perusahaan Pembiayaan,Kepala Divisi Pemeringkatan Sektor Keuangan PEFINDO Danan Dito menyampaikan: “Ketahanan perusahaan pembiayaan di Indonesia sedang menghadapi tantangan dengan meningkatnya risiko dan tingkat volatilitas makroekonomi, di mana para perusahan tersebut harus berhadapan dengan suku bunga yang lebih tinggi dan prospek pertumbuhan yang lebih rendah.
Namun, pemulihan penjualan unit otomotif pasca pandemi, keinginan perbankan untuk mendanai industri pembiayaan, dan marjin yang relatif tinggi menjadi faktor penunjang terhadap kondisi fundamental perusahaan pembiayaan di Indonesia, sehingga rasio keuangan seharusnya tetap terjaga.
Seminar juga mebahas tren keuangan berkelanjutan di Indonesia, Head of Sustainable Finance Asia-Pacific S&P Global Ratings Bertrand Jabouley berpendapat bahwa dalam konteks Indonesia, transisi energi sangatlah kompleks di tengah perubahan taksonomi Indonesia yang terbaru.
Hal ini disebabkan oleh kontribusi industri batubara terhadap kekayaan nasional, seluruh lapangan kerja dan masyarakat yang bergantung pada rantai nilainya (value chain), konsentrasi geografisnya di provinsi-provinsi utama, dan produksi mineral dengan energi yang intensif penting bagi energi bersih.
Pada topik tren infrastruktur di Indonesia, Managing Director Infrastructure Ratings S&P Global Ratings Abhishek Dangra menyampaikan: “Kebijakan Indonesia perlu diarahkan untuk mengatasi subsidi listrik, iming-iming harga batu bara yang murah, dan keengganan pemerintah untuk menaikkan tarif. Revisi rencana transisi energi Indonesia bergantung pada peningkatan
tajam kapasitas pembangkit tenaga surya dan gas, serta sejumlah kapasitas pembangkit tenaga nuklir untuk menggantikan batu bara.
Related News

Menteri Erick Ungkap, Tinggi Ketergantungan Indonesia pada AS

Target Pemerintah, Defisit APBN 2026 Pada Rentang 2,48-2,53 Persen

Menkeu Bagikan Kabar Baik, Per April 2025 APBN Surplus Rp4,3T

Menperin Beber Dampak RI Gabung BRICS Buat Industri Manufaktur

Indonesia: Energi Harus Dianggap Aset Trategis, Bukan Cuma Komoditas

Mei Momentum Tepat bagi BI Turunkan Bunga Acuan, ini Alasannya