EmitenNews.com - Inspirasi tak terduga ternyata bisa menuntun seseorang membuat usaha baru dan sukses. Hal ini dialami oleh Adang, seorang pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bandung, Jawa Barat, Ia berhasil mengoptimalkan bambu menjadi berbagai jenis kerajinan dan produk olahan makana n dan terkenal hingga di tingkat internasional.

Dalam rilis yang diterima Senin (9/9/2024), Adang menceritakan, inspirasi itu datang pada suatu malam 30 April 2011. Ketika itu, ia tengah diam bersila di sebuah masjid. Ia melihat bilah-bilah bambu di lingkungan tempat ibadah itu. Esok harinya ketika menyaksikan sebuah tayangan orkestra di televisi, sebuah biola merasuk perhatiannya. Kondisi itu sekaligus, menjadi jawaban atas pertanyaan semalam.

Meski sama sekali tidak bisa memainkan alat musik, ketika itu Adang Muhidin bertekad membuat biola laut. "Ya, saya akan membuat biola bambu." 

Inspirasi tak terduga itu ternyata menuntunnya pada gerbang usaha baru. Usaha kerajinan bambu membawanya keluar dari masa-masa sulit kebangkrutan usaha-usaha lama. Usaha baru itu menjadi titik penting bagi hidup Adang beserta keluarga.

Bermodal uang sendiri, Adang mulai belajar tentang bambu. Ia melakukan serangkaian penelitian dan percobaan semampunya. 

"Saya pernah jalan kaki ke Kota Bandung untuk belajar soal bambu," kata Adang di kediamannya, Desa Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Sekitar tahun 2013, Adang berhasil membuat biola bambu pertamanya, diikuti alat musik lain seperti gitar dan bas. Mulanya bambu-bambu itu, kata Adang, adalah hasil meminta dari kebun ke kebun. Kegigihan dan buah karyanya mulai diketahui, hingga ia dan tim pun diundang ke gelaran acara festival musik di Jakarta. 

Mulanya, Adang merasa minder. "Tapi ternyata booth kami dipenuhi pengunjung," cerita Adang setengah tak menyangka.

Dari sana, biola bambu karya pertamanya dibeli orang Jepang dengan harga Rp3,5 juta. Gitar bambunya pun ternyata laku di harga Rp4 juta. Adang pulang membawa Rp7,5 juta dari Jakarta, yang kemudian dijadikan suntikan modal usaha. 

Virage Awie yang mulanya dirintis Adang hanya berdua bersama seorang rekanannya, kini bisa menjadi ladang usaha berkelanjutan bagi ratusan orang lainnya.

Jumlah orang yang turut bekerja pernah mencapai 200 orang. Memang tidak semuanya bertahan. Sekarang ada 4 orang yang jadi pemilik Virage Awie, dengan tim inti 7 orang. Tim lainnya ada 47 orang, belum lagi khusus kelompok usaha ibu-ibu di kuliner itu mencapai 30 orang. 

“Kebanyakan adalah single parent. Ada juga disabilitas yang pernah dilatih hingga 35 orang, dan sekarang yang bekerja di sini ada 8 orang," beber Adang.

Terkait pemasaran produk, peminat produk-produk bambu karya Virage Awie itu datang tidak hanya dari dalam negeri tapi luar negeri. Bahkan alat musik itu, katanya, 90% pembelinya berasal dari luar negeri. Beberapa di antaranya adalah Jepang, India, Rumania, Jerman, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

"Kami kerap diajak pameran oleh BRI di luar negeri, terakhir di Singapura. Dari pameran itu kita bertemu dengan para buyer," katanya.

Bisa disebut bahwa salah satu produk unggulan Virage Awie memang alat musik. Saat ini, harga alat musik itu sudah kian meningkat, seiring dengan perkembangan kualitasnya. Harga untuk gitar misalnya itu dimulai dari Rp14 juta-Rp25 juta. Sementara drum bambu bisa mencapai Rp50 juta.

"Kami produksi secara eksklusif. Setahun kami hanya menjual gitar secara terbatas, hanya 36 gitar. Pembelinya 90% dari luar negeri. Produk kuliner itu hitungannya paling baru, mulai benar-benar dipasarkan pada 2022-2023. Untuk kerajinan bambu lainnya seperti jam tangan itu peminatnya sebagian besar dari dalam negeri," kata Adang.

Adang berharap usahanya ini bisa terus menjulang seperti jajaran bambu di kebun-kebun yang memberikan kesejukan, kerindangan dan manfaat bagi banyak orang. "Jangan lupa bantu orang lain. Semoga dengan Virage Awie ini kami bisa membantu orang lain, tidak muluk-muluk."