Peringatan Darurat Deflasi: Sebuah Gejala Krisis Ekonomi di Indonesia
Ilustrasi: Repro Peringatan Darurat. Dok/Istimewa
EmitenNews.com -Kakek-nenek ngasuh incu
Ayah-ibunya bekerja
Pergi pagi, pulang Maghrib
Untuk beli Rocket Chicken
(Mother Bank: Pabrik)
Lagu dari ‘girlband’ Mother Bank berjudul “Pabrik” bisa menjadi sirine peringatan bahaya. Tentang buruh yang kerja untuk rocket chicken atau konsumsi untuk keluarga tercinta yang sedang menunggu di rumah. Bagaimana jika kita bayangkan bahwa rocket chicken tak pernah terbeli lagi, karena Ayah dan Ibu harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kondisi melemahnya daya beli masyarakat ini dan fenomena PHK disebut sebagai deflasi.
Jadi, rasio deflasi diciptakan oleh ekonom Amerika, Irving Fisher. Ia mengembangkan konsep ini guna menjelaskan hubungan antara deflasi dan rasio utang, serta dampaknya terhadap ekonomi. Teori ini menekankan bagaimana penurunan harga dapat meningkatkan beban utang dan mempengaruhi aktivitas ekonomi. Deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.
Bedanya dengan inflasi? Bayangkan harga barang belanjaan sehari-hari di pasar seperti beras, minyak goreng, atau pakaian seperti naik sedikit demi sedikit dalam setahun–Nah, Itulah yang disebut inflasi. Dalam KBBI VI daring, deflasi ini menunjukkan gejala-gejala perekonomian yang merupakan akibat keadaan, seperti penurunan produksi, langkanya lapangan kerja, rendahnya daya beli masyarakat. Deflasi atau inflasi menjadi satu indikator awal dari krisis ekonomi.
Tentu jika ini tidak tertangani, kita tak ingin masuk pada trauma kolektif pada Krisis Ekonomi 1930-an, 1960-an, dan Krisis Moneter Asia 1997.
Sinyal darurat deflasi makin kuat. Pada 2 September 2024, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menginformasikan Indonesia terjadi deflasi empat bulan berturut-turut tahun 2024 pada konferensi pers di Jakarta. Pudji Ismartini mengatakan, adanya pelemahan daya beli masyarakat, tapi mereka masih melakukan kajian lebih lanjut. Namun, jika kita cermati fakta-fakta deflasi ini mulai terlihat dari penurunan kelas menengah, PHK, Klaim BPJS TK, dan lesunya sektor manufaktur.
Mencermati Penurunan Kelas Menengah, PHK, dan Klaim BPJS TK Meningkat
Mengutip laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas di Indonesia pada 2024. Padahal, jika Indonesia ingin dianggap negara maju seperti tujuannya pada 2045, kebijakannya harus berfokus membantu kelas menengah bertransisi ke status kelas menengah dan mempertahankan daya beli. Kenapa demikian? Sebab seperti laporan dari LPEM FB UI ” Indonesia Economic Outlook Q3-2024”, bahwa gabungan calon kelas menengah dan kelas menengah merupakan 72,2 persen dari populasi dan berkontribusi terhadap 82,3 persen konsumsi rumah tangga nasional, jelas bahwa kelompok-kelompok ini mendominasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Pertanyaanya bagaimana diperas berkontribusi pada PDB, sementara dengan gampangnya di PHK ibaratnya habis manis, sepah dibuang.
Karena salah satu gejala yang menjadi indikator deflasi adalah PHK. Sektor manufaktur menyumbang deretan PHK di Indonesia saat ini. Data PHK ini bisa kita lihat dari klaim BPJS Ketenagakerjaan yang meningkat. Hingga 31 Juli 2024 BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat JKP sebanyak 32.931 klaim, atau meningkat 8,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat total klaim yang dibayar BPJS Ketenagakerjaan tersebut sebesar Rp. 237,04 miliar. Adapun, dana kelolaan program JKP hingga 31 Juli 2024 sebesar Rp. 13,43 triliun.
Sementara itu, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode Januari-Juli 2024 mencapai 42.863 orang. Angka tersebut naik 21,4 persen dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.
Penurunan BI-Rate Enam Persen dan Roket Chiken
Dari fenomena deflasi di atas tentu yang paling ditunggu adalah kebijakan bank sentral atau Bank Indonesia (BI). Sebab tujuan BI adalah menjaga agar tingkat harga keseluruhan tetap stabil dengan menghindari situasi deflasi atau inflasi parah. Mereka dapat menyuntikkan lebih banyak uang beredar ke dalam perekonomian untuk mengimbangi dampak deflasi.
Pada Rapat Dewan Gubernur BI 18 September 2024, Gubernur BI, Perry Warjiyo memutuskan BI Rate sebesar 25 bps atau turun menjadi 6 persen. Mampukah daya beli masyarakat kembali pulih pasca keputusan BI ini? Sekarang ini rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di 38 provinsi Indonesia pada tahun 2024 adalah Rp3.049.743 merujuk data satudata.kemnaker.go.id. Tapi, apapun itu kita hanya berharap ayah dan ibu tetap bisa beli rocket chicken.
Related News
Jika Bursa Efek Indonesia Buka 24 Jam
Berburu Cuan di Saham Melalui Window Dressing
Saham Energi Baru Terbarukan (EBT), Secerah Apa?
Melirik Saham-Saham Mantan LQ45
Dampak Kebijakan Pemutihan Utang Terhadap Saham Perbankan
Permintaan Emas Global Pecah Rekor USD100 Miliar: Investor Panik?