Indosat memiliki profil keuangan yang lebih baik daripada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBI, BBB-/AA+(idn)/Stabil) karena leverage yang lebih rendah dan cakupan bunga yang lebih tinggi. Indosat juga menunjukkan kebijakan dividen yang lebih konservatif dibandingkan TBI. Indosat memiliki posisi pasar yang sedikit lebih baik daripada TBI karena Indosat adalah operator seluler nirkabel terbesar kedua di Indonesia, sedangkan pangsa pasar TBI berada di belakang dua perusahaan menara besar lainnya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (BBB/AAA (idn)/Stabil). Profil risiko bisnis TBI yang lebih kuat disebabkan oleh visibilitas arus kas yang tinggi, didukung oleh kontrak jangka panjang yang tidak dapat dibatalkan, yang memiliki klausul eskalasi bawaan, dengan perusahaan telekomunikasi, sedangkan lebih dari 98% pelanggan Indosat menggunakan paket prabayar dengan biaya peralihan yang rendah.

 

Indosat juga dapat dibandingkan dengan perusahaan distribusi dan transmisi gas terbesar di Indonesia PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN, BBB-/AA+(idn)/Stabil), yang berperingkat satu tingkat di bawah induk PT Pertamina (Persero) (BBB/Stabil). PGN adalah pemimpin di sektor distribusi gas di Indonesia, tetapi profil bisnisnya lebih lemah dari Indosat karena ketidakpastian regulasi atas margin distribusi gasnya dan profil yang lemah dari anak perusahaan hulunya, PT Saka Energi Indonesia (B+/Negatif; SCP: b- ). Peraturan yang disahkan pada tahun 2020 mengharuskan PGN untuk membatasi harga jualnya pada industri tertentu, yang akan menekan marginnya. Marjin EBITDA PGN sebesar 20%-25% lebih rendah dari prakiraan marjin EBITDA Indosat sebesar 25%-28%. Kami perkirakan net debt/EBITDA PGN 2022-2024 turun menjadi 2,9x dari 1,1x, sementara Indosat

 

Asumsi Utama Fitch Dalam Kasus Peringkat Kami untuk Emiten

- pendapatan 2023 tumbuh 8% menjadi Rp51 triliun (pendapatan 2022E: Rp47 triliun);

- Pendapatan tumbuh dengan persentase pertengahan satu digit selama 2024-25;

- Fitch-adjusted EBITDA sebesar Rp11,8 triliun dan Rp13,9 triliun pada tahun 2022 dan 2023;

- Margin EBITDA yang disesuaikan Fitch untuk secara bertahap meningkat menjadi 28% dari 25% selama 2023-2025;

- 50% dari hasil penjualan aset non-inti akan dibagikan sebagai dividen;

- Tidak ada pembagian dividen atau pembelian kembali saham dari laba bersih tahun lalu tahun 2023-2024;

- Tidak ada divestasi atau akuisisi lain selama 2023-2025;

- Belanja modal non spektrum sekitar Rp12 triliun-13 triliun selama 2022-2025;

- Tambahan pembayaran di muka sebesar Rp3,5 triliun pada tahun 2023 dan pembayaran di muka sebesar Rp1,7 triliun pada tahun 2024, dengan asumsi perusahaan akan mengakuisisi 25MHz di pita 700MHz dan 30MHz di pita 3,5GHz;

- Tidak ada investasi atau akuisisi ekuitas yang signifikan.