EmitenNews.com - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Karen Agustiawan pantas bersedih. Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina. Terpidana kasus korupsi itu tetap dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan.

“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT. PST, tanggal 24 Juni 2024.” Demikiiiin dikutip dari amar putusan yang diakses dari situs Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024).

Majelis hakim yang diketuai oleh Sumpeno, beranggotakan hakim Nelson Pasaribu dan Berlin Damanik itu, membacakan amar putusan itu, pada Jumat (30/8/2024).

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan menerima permintaan banding dari penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa, namun hanya melakukan perubahan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT.PST, tanggal 24 Juni 2024, diubah pada bagian terkait barang bukti.

Sebagaimana yang tertuang dalam amar putusan, sejumlah barang bukti dikembalikan kepada penuntut umum untuk digunakan dalam proses hukum lain yang melibatkan tersangka lain, yaitu Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani.

Selain perubahan terkait barang bukti tersebut, Pengadilan Tinggi secara tegas menguatkan amar putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.

Seperti diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Periode 2009-2014 Karen Agustiawan atas kasus pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina pada 2011-2021. Karen yang diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,1 Triliun ditahan per 19 September-8 Oktober 2023 di Rumah Tahanan Negara KPK.

Dalam pembelaannya, Karen Agustiawan menegaskan pengadaan LNG di Pertamina bukan aksi dirinya sendiri, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres dan Surat Unit Kerja Presiden 4 sebagai pemenuhan proyek strategis nasional.

“Aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, gas harus 30 persen. Terus Inpres 1 tahun 2010 dan Inpres 14 tahun 2014,” kata Karen Agustiawan, Selasa, 19 September 2023.

Karen menegaskan pengadaan LNG di Pertamina bukan aksi dirinya sendiri, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres dan Surat Unit Kerja Presiden 4 sebagai pemenuhan proyek strategis nasional.

Karen Agustiawan memberikan kuasa kepada Hari Karyulianto dalam penandatangan dua dokumen kontrak pembelian LNG selama 20 tahun dari Corpus Christi, di antaranya pada 4 Desember 2013 dan 1 Juli 2014. Kemudian ada penandatanganan perjanjian serupa dengan Mozambique LNG1 pada 8 Agustus 2014.

“Kalau ada kerugian besar itu diakibatkan karena masa pandemi di 2020 dan 2021, katanya harga semuanya menurun. Tapi sebetulnya, ada pandemi atau tidak, Pertamina seharusnya untung. Karena berdasarkan dokumen yang ada, Oktober 2018 itu Pertamina bisa menjual ke BIPI dan ke Trafigura dengan nilai positif 71 cent per million British thermal unit (MBTU),” kata Karen Agustiawan.

Jika volume LNG dikelola dengan cara mengetahui kapan harus dijual, mengetahui tren ke depan, dan harus dibuat statistiknya serta memahami geopolitik, maka tak ada kendala. Mengapa itu tidak dilaksanakan, Karen mengaku tidak tahu. Tapi per tahun ini dari mulai first delivery 2009 sampai 2025 itu sudah untung Rp1,6 triliun.

“Saya tak tahu kenapa Pertamina pada Oktober 2018 yang hasilnya sudah bagus, tapi tak dijalankan. Saya tak tahu siapa yang bertanggung jawab dan menjabat di 2018. Saya sudah resign di tahun itu,” kata Karen Agustiawan. ***