EmitenNews.com - Pada pembukaan hari pertama Danantara Senin (24/02) terjadi banyak kontraksi dari saham-saham BUMN di bawah BPI Danantara. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho menengarai hal itu menjadi alarm bahwa pasar nampaknya tidak cukup confidence dengan pembentukan Danantara.


Peneliti ini berpendapat pembentukan dua holding investasi dan operasional dalam BPI Danantara hendaknya menjadi alat ukur sejauh mana Danantara menjadi katalis bagi ekspansi dan kinerja BUMN ke depan.


"Pertanyaan publik kini, apakah Danantara ini adalah lembaga baru ataukah kementerian BUMN sekadar ganti baju?. Dari struktur dewan penasehat, dewan pengawas dan direktur eksekutif Danantara (operasional dan investasi) publik mempertanyakan apakah ada unsur profesionalisme sesuai revisi kilat UU BUMN yang telah tercermin?," katanya dalam diskusi publik bertajuk "Danantara: Bagaimana dan Untuk Siapa?"


Dari pengamatan, kemungkinan besar yang terjadi adalah menteri akan diawasi oleh menteri. Contoh Menteri investasi/BKPM selaku CEO Danantara akan diawasi oleh menteri BUMN. Lebih lucu lagi di direktur operasional yang notabene wakil menteri BUMN. Itu adalah indikasi bahwa operator merangkap regulator.


"Jadi dengan demikian, akuntabilitas lembaga Danantara akan dipertanyakan oleh pasar/investor. Fungsi pengawasan dan operasional pasti akan bias karena berada di bawah kementerian yang sama," tandas Andry.


Ada tendensi sementara seolah Kementerian BUMN tidak mau melepas Danantara sebagai lembaga yang dinantikan charity, kelincahan, dan kinerjanya ke depan. Jika masih direcoki oleh kepentingan para menteri dan/atau birokrat dipastikan kepentingan politik akan lebih besar bisa bermain dalam pengelolaan asset Danantara.(*)