EmitenNews.com -Pasar saham saat ini mengalami naik turun, bagi sebagian orang, doa biasanya dipanjatkan sebelum berangkat kerja, menjelang ujian, atau saat menanti kabar baik dari rumah sakit. Tapi bagi investor, ada doa unik yang kadang terucap lirih sambil menatap layar ponsel: “semoga saham kita baik-baik saja.”

Kalimat sederhana itu mungkin terdengar lucu, tapi siapa pun yang pernah merasakan deg-degan melihat portofolio merah pasti mengangguk paham. Dunia saham memang sering membuat jantung berdetak lebih cepat. Hari ini hijau terang, besok bisa merah padam. Kadang untung besar, besoknya rugi tak terduga. Sungguh, saham adalah drama kehidupan versi mini, lengkap dengan kejutan, harapan, dan kekecewaan.

Pasar saham pada dasarnya hidup dari dinamika. Ada fase bullish di mana harga-harga naik, semua orang tampak bahagia, media penuh berita positif. Ada fase bearish di mana suasana mendung, IHSG turun, portofolio banyak orang berdarah-darah. Di antara keduanya, ada fase sideways yang membuat kita bingung: mau naik tidak, mau turun juga enggan.

Banyak investor pemula sering kaget menghadapi kenyataan ini. Mereka berharap saham selalu naik seperti tabungan berbunga. Padahal, saham itu lebih mirip cuaca: kadang cerah, kadang hujan. Tidak ada yang bisa selalu menebak dengan pasti. Yang bisa kita lakukan hanyalah bersiap. Sama seperti sedia payung sebelum hujan, dalam saham kita perlu menyiapkan strategi agar tidak basah kuyup. Sehingga naik turun itu bagian dari hidup (dan Saham)

Kenapa Kita Sering Panik? jika  direnungkan, kadang masalah bukan pada pasar, tapi pada cara kita memandangnya. Saat harga turun 3%, kita merasa seperti kehilangan segalanya. Padahal, kalau dibandingkan dengan investasi jangka panjang, fluktuasi harian hanyalah riak kecil di lautan luas.

Banyak  alasan kenapa kita sering panik:

1. FOMO (Fear of Missing Out).

Kita takut ketinggalan kereta. Begitu dengar kabar saham X naik kencang, buru-buru beli meski harganya sudah tinggi. Akhirnya ketika harga turun, kita yang kelabakan.

2. Overconfidence.

Pernah sekali untung besar, lalu merasa jago. Besoknya masuk ke saham lain tanpa analisis mendalam. Sayangnya, pasar tidak peduli dengan ego kita.

3. Terlalu fokus ke layar.

Cek portofolio tiap 10 menit hanya menambah stres. Harga memang selalu berubah, tapi bukan berarti kita harus selalu ikut emosinya.

Cara Tetap Tenang Saat Pasar “Galau”

Kalau begitu, apa yang bisa kita lakukan? Berikut beberapa cara agar doa “semoga saham kita baik-baik saja” bukan sekadar harapan kosong, melainkan didukung strategi nyata:

1. Fokus pada fundamental.

Saham itu sejatinya kepemilikan bisnis. Jadi, lihatlah bagaimana perusahaan menghasilkan laba, mengelola utang, dan bertumbuh. Jika bisnisnya sehat, fluktuasi harga harian hanyalah gangguan kecil.

2. Pahami horizon investasi.