EmitenNews.com - Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) tidak ujug-ujug keluar dari keanggotaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Namun, didahului dengan surat pengunduran diri pada 5 Agustus 2024. Lalu, surat panel dari RSPO baru terbit pada 26 Agustus 2024. 

Undur diri itu, dilatari perseroan memandang kemanfaatan, dan keuntungan menjadi anggota RSPO saat ini belum pada tahap optimal. ”Saat ini, perseroan fokus pada pemenuhan standar sertifikasi berkelanjutan bersifat optimal yaitu Indonesia sustainable palm oil (ISPO), SMK3, sertifikasi ISO (9001, dan 14001) bersifat sukarela dalam memastikan kinerja operasional, lingkungan, dan sosial berdasar standar praktik terbaik,” tegas Fitri Barnas, Corporate Secretary Bakrie Sumatera.

Kendati perseroan pengunduran diri, Panel pengaduan RSPO tetap melanjutkan penyelidikan, pertimbangan, dan mencatat adanya penundaan signifikan, dan respons tidak memadai dari pihak terlapor yaitu perseroan. Nah, dalam merespons Panel Pengaduan RSPO, perseroan membahas internal secara intensif sehingga butuh waktu tidak singent.

Butuh waktu lebih dari batas waktu yang diberikan RSPO, namun tidak ada penundaan signifikan terhadap proses penyelidikan. ”Dalam proses pembahasan penanganan keluhan antara Grahadura Leidong Prima (GLP), dan RSPO, kami telah menyampaikan secara tegas beberapa kali perihal kejelasan subjek hukum pengadu sebagai bentuk kepastian hukum yang mendasari proses penanganan keluhan oleh RSPO ini,” ucap Fitri. 

Nah, dalam pengaduan pada 23 November 2023, GLP dinilai gagal memenuhi komitmen untuk memfasilitasi pengembangan kebun plasma bagi masyarakat. Secara khusus diklaim, perusahaan tidak menindaklanjuti kesepakatan yang telah dibuat, dan mengabaikan pemberian informasi yang diperlukan soal pengembangan kebun, dan kemitraan konservasi. 

Menjawab itu, manajemen Bakrie Sumatera menyebut sesuai ketentuan perundang-undangan, dan hukum berlaku di Indonesia, komitmen untuk memfasilitasi pengembangan kebun plasma bagi masyarakat belum merupakan kewajiban GLP. Pasalnya, GLP memperoleh izin usaha perkebunan pada 8 Desember 2004, sedang kewajiban memfasilitasi pengembangan kebun plasma baru mulai diberlakukan sejak 28 Februari 2007, dan tidak berlaku surut.

Meski begitu, sejak 2022, GLP telah melakukan kemitraan produktif dengan masyarakat melalui koperasi atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam mendukung program peremajaan sawit Rakyat (PSR). (*)