EmitenNews.com - Rangkaian uji terbang pesawat dengan bahan baku bioavtur 2,4% produksi negeri sendiri yang berlangsung 8 September hingga 6 Oktober 2021 berjalan sukses. Capaian ini dinilai menjadi langkah strategis pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di sektor transportasi udara.


"Hari ini sejarah telah tercipta, berkat dukungan dan kerjasama seluruh stakeholder yang terlibat, penerbangan perdana menggunakan bahan bakar nabati, campuran Bioavtur 2,4% yang telah dinanti Bangsa Indonesia akhirnya terlaksana menempuh jarak Bandung-Jakarta menggunakan pesawat CN235", kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif.


Rasa puas dan bangga itu diungkapkan Ariin pada kegiatan Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-200 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia, menggunakan campuran bahan bakar bioavtur,di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), Tangerang, Rabu (06/10/2021).


Salah satu strategi yang didorong Pemerintah untuk percepatan implementasi EBT demi pencapaian target bauran energi EBT 23% di 2025 dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) adalah melakukan substitusi energi primer dan final dengan teknologi eksisting. Setelah sukses dengan program Mandatori B30 utuk sektor transportasi darat, kini pemanfaatan bahan bakar nabati telah berhasil diuji coba untuk sektor transportasi udara.


Perjalanan panjang telah dilalui untuk sampai di tahap keberhasilan uji terbang. Dimulai melalui sinergi penelitian antara Pertamina Research & Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) dalam pengembangan katalis "MerahPutih" untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur pada tahun 2012.


Selanjutnya kerja sama diperluas bersama PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk melakukan uji produksi co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis merah putih, sebagai salah satu inovasi karya terbaik anak bangsa. Pada pengujian ini telah berhasil diproduksi bioavtur 2,4 %-v yang disebut dengan J2.4.


Selanjutnya serangkaian uji teknis dilakukan, hingga pelaksanaan uji terbang dari tanggal 8 September hingga 6 Oktober 2021 termasuk pengujian In-flight Engine Restarting. Keberhasilan ini akan menjadi tahap awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.


Kegiatan ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar Biohidrokarbon yang dikoordinasikan oleh Kementerian ESDM, serta termasuk dalam etalase Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit, yang dikoordinasikan oleh Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN).


"Semua keberhasilan ini dimulai dari ambisi, kepercayaan diri dan keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara, tentunya kita tidak akan berhenti dan berpuas diri di tahapan ini, penelitian dan pengembangan akan terus dilakukan untuk nantinya dapat menghasilkan produk J100 dan penggunaan bioavtur dilakukan pada seluruh maskapai Indonesia, dan bahkan mancanegara", kata Arifin.


Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 telah mengatur kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3% pada tahun 2020, dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi bioavtur 5%. Menteri Arifin mengharapkan dukungan semua pihak dalam tahapan-tahapan uji berikutnya, termasuk penyusunan roadmap untuk komersialisasi.


Menurutnya, industri aviation biofuel dapat terwujud apabila ada sinergi positif antara Pemerintah sebagai regulator, lembaga-lembaga penelitian, produsen bioavtur, dan para pengguna aviation biofuel yaitu pihak operator penerbangan.(fj)