EmitenNews.com - Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir baru mengenai siklus hak atas tanah (HAT). Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 itu, meliputi hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai (HP) pada Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang IKN.

Intinya, Mahkamah Konstitusi menyatakan jangka waktu hak atas tanah pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dapat dilakukan dalam dua siklus bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo di Jakarta, Kamis (13/11/2025), saat membacakan amar putusan atas perkara yang dimohonkan warga asli Suku Dayak, Stepanus Febyan Babaro, dan warga Sepaku, Ronggo Warsito.

MK melalui putusan itu, menyatakan Pasal 16A ayat (1) UU IKN dimaknai menjadi HAT dalam bentuk HGU diberikan hak paling lama 35 tahun. Lalu, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Sebelum pemaknaan MK, pasal tersebut mengatur HAT dalam bentuk HGU diberikan paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Selain itu, MK memaknai Pasal 16A ayat (2) UU IKN menjadi HAT dalam bentuk HGB diberikan hak paling lama 30 tahun, perpanjangan hak paling lama 20 tahun, dan pembaruan hak paling lama 30 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Semula pasal tersebut mengatur HAT dalam bentuk HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua paling lama 80 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Berikutnya, Mahkamah mengubah Pasal 16A ayat (3) menjadi HAT dalam bentuk HP diberikan hak paling lama 30 tahun, perpanjangan hak paling lama 20 tahun, dan pembaruan hak paling lama 30 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Awalnya, pasal dimaksud menyatakan HAT dalam bentuk HP diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua paling lama 80 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Tafsir MK ini berakar dari ambiguitas Pasal 16A ayat (1) UU IKN dan bagian penjelasannya. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan norma pasal itu menentukan HAT, dalam hal ini HGU, seolah-olah langsung diberikan selama 95 tahun.

Mengenai penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU IKN menyatakan pemberian HAT dilakukan secara bertahap, yakni dengan pemberian hak paling lama 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun.

MK menyebutkan, ketidakselarasan antara Pasal 16A ayat (1) dan bagian penjelasannya ini menimbulkan norma yang ambigu dan berpeluang disalahartikan, sekalipun ada ketentuan pemberiannya didasarkan pada kriteria dan tahapan evaluasi.

Persoalannya terletak pada perumusan norma pokok yang menentukan atau menggunakan frasa melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang menurut Mahkamah maknanya sama dengan memberikan batasan waktu yang sekaligus.

Terlebih, Pasal 16A ayat (1) UU IKN telah menentukan jangka waktunya adalah 95 tahun untuk siklus pertama HGU dan 95 tahun pula untuk siklus kedua. Apabila diakumulasikan, kedua siklus tersebut menjadi 190 tahun.

"Ketentuan ini tidak sejalan atau memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945," kata Enny.

Mahkamah Konstitusi memahami upaya pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investor dengan pengaturan jangka waktu HAT yang kompetitif. Namun, peraturan yang bersifat khusus semacam ini tidak boleh bertentangan dengan prinsip yang ditentukan konstitusi.

Setelah mencermati secara saksama, Mahkamah menyatakan substansi Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU IKN telah mengikuti putusan MK sebelumnya, yakni Nomor 21-22/PUU-V/2007. Putusan itu berkaitan pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.