EmitenNews.com - Tidak merasa bersalah atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Syahrul Yasin Limpo  meminta Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan pidana penjara 12 tahun. Dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (5/7/2024), Menteri Pertanian periode 2019-2023 itu, masih tidak mengerti mengapa dirinya didudukan sebagai terdakwa kasus korupsi di Kementan.

"Merujuk pada ajaran ilmu hukum bahwa lebih baik membebaskan seratus orang bersalah, daripada menghukum dan membuat sengsara satu orang tidak bersalah," kata SYL dalam pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Menurut Syahrul Yasin Limpo, tidak terdapat alat bukti sah menurut peraturan perundang-undangan maupun fakta yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan SYL dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023 itu.

Karena itu, mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu, mengaku masih bertanya-tanya apa alasan dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa. Juga apa alasan para saksi memberikan keterangan yang beberapa di antaranya memberatkan posisinya.

SYL meyakini berbagai keterangan yang menyudutkannya itu, tidak benar adanya. Politikus Partai NasDem menduga, ada kemungkinan para saksi memberikan keterangan dalam keadaan tidak bebas, maupun mendapatkan tekanan atau ancaman.

SYL juga menjelaskan kondisi kesehatannya saat ini, berada pada usia yang sudah berumur, 71 tahun, serta pernah menjalani pengobatan dan operasi lobektomi paru-paru. Sepertiga paru-paru sebelah kanan SYL telah diangkat karena indikasi awal adanya kanker.

"Operasi tersebut berlangsung di rumah sakit Gleneagles Singapura," ujarnya.

SYL juga menuturkan kondisi kesehatan istrinya, selama ini dalam perawatan dan pemantauan dokter karena sakit berkelanjutan.

"Maka dari itu mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim dengan harapan alasan kemanusiaan untuk menjadikannya sebagai pertimbangan," urai SYL.

Seperti diketahui, JPU menuntut Syahrul Yasin Limpo, pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian pada rentang waktu 2020-2023.

Jaksa menuntut SYL membayar uang pengganti

Jaksa KPK juga menuntut Syahrul Yasin Limpo membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar, ditambah USD30 ribu, dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.

Dalam tuntutannya, Jaksa meminta majelis hakim Tipikor, agar menyatakan Syahrul Yasin Limpo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Jaksa menilai SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Jaksa KPK menyeret Syahrul Yasin Limpo sebagai terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.

SYL bertindak lancung itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta. Seperti SYL, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Kasdi, dan Hatta menurut KPK, merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya di Kementan. Uang yang terkumpul itu, lalu digunakan untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL, beserta keluarganya.