EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa lagi menyentuh jajaran komisaris, dan direksi BUMN. Berdasarkan UU BUMN yang baru, para pimpinan perusahaan negara itu, tidak lagi masuk kategori penyelenggara negara. Alhasil wewenang KPK menjadi terbatas dalam pemberantasan korupsi. Padahal, selama ini peran BUMN sangat strategis dan potensi kerugian negara di sektor ini sangat besar.

Dalam keterangannya yang dikutip Senin (5/5/2025), Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian menyeluruh terhadap substansi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (UU BUMN).

Kajian ini akan melibatkan Biro Hukum serta Kedeputian Penindakan untuk melihat sejauh mana dampaknya terhadap penegakan hukum oleh KPK.

Kajian tersebut penting untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi tetap bisa dijalankan secara optimal, sesuai dengan semangat reformasi dan komitmen pemerintah untuk meminimalkan kebocoran anggaran.

"Jangan sampai ada kesan bahwa BUMN menjadi zona bebas dari pengawasan hukum hanya karena perubahan definisi penyelenggara negara. Ini bisa berbahaya bagi akuntabilitas publik," ujar Tessa Mahardhika Sugiarto.

Meski begitu, sebagai pelaksana undang-undang, KPK tetap menghormati aturan yang berlaku termasuk pada UU BUMN ini. Namun, jika pemberantasan korupsi ingin terus diperkuat, maka regulasi seperti UU BUMN perlu dikaji ulang dengan saksama.

"KPK ini kan pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum," sambung Tessa. 

Seperti diketahui UU BUMN mengatur antara lain bahwa direksi di perusahaan pelat merah bukan penyelenggara negara. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 9G UU BUMN yang berbunyi "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara." 

Kita tahu, salah satu obyek yang diusut KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. 

"Tentunya dengan adanya aturan yang baru perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," kata Juru Bicara Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (2/5/2025). 

KPK akan mengkaji sejauh mana perubahan aturan tersebut berdampak terhadap kewenangan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN. Itu berarti, KPK tidak bisa lagi menangani, kalau memang bukan merupakan penyelenggara negara. 

Yang jelas, Tessa mengatakan, kajian tersebut penting karena berkaitan dengan upaya Presiden Prabowo Subianto, untuk meminimalisasi kebocoran anggaran dan memperkuat pemberantasan korupsi. 

"Nah, KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK ya termasuk salah satunya Undang-Undang BUMN," kata Tessa Mahardhika Sugiarto. 

Sebelumnya, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025), Menteri BUMN Erick Thohir bertemu, dan berdiskusi dengan pimpinan KPK dalam rangka konsultasi terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN dan BPI Danantara.

"Kementerian BUMN hadir untuk berkonsultasi, juga bersinkronisasi, sehingga nanti ada kesepakatan yang efektif, sesuai perubahan UU BUMN hari ini," kata Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

Menurut Erick Thohir, UU BUMN membuat kementeriannya tidak hanya melakukan aksi korporasi, tetapi juga pengawasan. Oleh karenanya, dibutuhkan koordinasi dengan aparat penegak hukum agar tak terjadi tumpang tindih. 

"Bukan tidak mungkin juga memeriksa pembagian supaya tidak overlapping dengan peran banyak institusi penegak hukum," ujarnya.