EmitenNews.com - Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunda penerapan tarif impor resiprokal untuk negara-negara mitranya, harus menjadi momentum bagi Indonesia dan negara lain untuk melanjutkan negosiasi. Sebelumnya, Paman Trump mengenakan tarif imbal balik 32 persen yang sedianya diterapkan 9 April lalu. AS masih memberi peluang berdiskusi sebelum benar-benar menerapkan tarif baru dalam 90 hari ke depan.

Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti mengemukakan hal tersebut dalam Forum Publik CSIS pada Jumat (11/4/2025).

“Langkah penundaan itu membuka peluang bagi Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya untuk melakukan negosiasi lebih lanjut,” kata Wamendag Dyah Roro Esti.

Tetapi, bagaimana pun kebijakan ini juga menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi Indonesia. Pasalnya, jika benar-benar diterapkan jelas akan mengancam stabilitas perdagangan Indonesia maupun negara ASEAN lainnya, yang telah lama menjunjung tinggi prinsip perdagangan bebas dan terbuka. 

Data yang ada menunjukan, ASEAN merupakan pasar ekspor terbesar kelima bagi produk pertanian AS, dengan total nilai perdagangan barang mencapai USD306 miliar pada 2024. Indonesia menyumbang USD14,34 miliar terhadap defisit perdagangan Amerika Serikat. 

Satu hal, Dyah Roro mengungkap Indonesia memiliki mitra dagang yang cukup strategis dengan beberapa negara, selain Amerika. Terdapat enam perjanjian perdagangan yang sedang diupayakan untuk diselesaikan.

Di antaranya Indonesia–Canada CEPA, Indonesia–Peru CEPA, Indonesia–EU CEPA, Iran PTA, dan protokol amandemen Indonesia–Jepang (IJEPA) dan Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

Dalam perjalanannya, diharapkan mitra ini bisa meningkatkan pasar ekspor Indonesia melalui penyelesaian beberapa perjanjian perdagangan bebas (FTA).

“Ini bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk memperluas akses pasar, meningkatkan ketahanan dagang, dan membuka lapangan kerja baru,” tutur Rara.

Sementara itu, kepada wartawan di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Jumat (11/4/2025), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, dengan adanya penundaan itu, Indonesia masih tetap harus waspada. Ia mengajak untuk mencermati reaksi banyak pihak dari berbagai negara, atas penundaan itu.

Sebelumnya Presiden Trump pada Rabu (9/5/2025) waktu setempat mengumumkan penundaan sementara selama 90 hari atas pemberlakuan tarif impor terhadap lebih dari 50 negara. Kecuali China yang justru dinaikkan menjadi 125 persen karena Beijing diketahui melakukan perlawanan terhadap Trump.

Presiden Trump menyebutkan tarif terhadap negara-negara tertentu akan ditangguhkan selama tiga bulan ke depan, untuk memberi waktu pada para pejabat AS bernegosiasi dengan mitra dagang yang mengajukan permohonan pengurangan tarif.

Penting dicatat, Gedung Putih menegaskan penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah

Sebelumnya, untuk Indonesia, Paman Trump mengakui keputusannya menaikkan tarif barang impor sebesar 32 persen bagi produk Indonesia adalah aksi balas dendam terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Situs resmi Gedung Putih menjelaskan, Presiden Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit. Termasuk kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan bidang sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening Indonesia.

"Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sektor sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD250.000 (Rp4 miliar) atau lebih," ujar Presiden Amerika Serikat Donald Trump. ***