EmitenNews.com - PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) meyakini, peningkatan aktivitas pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen akan mendorong peningkatan kinerja keuangan maupun kinerja operasional perseroan di sepanjang 2024.

Menurut Direktur Utama SOLA, Mochamad Bhadaiwi, pada tahun ini perseroan optimistis mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 42 persen menjadi Rp118,63 miliar dari realisasi di sepanjang 2023 yang senilai Rp83,24 miliar. Adapun kontribusi terbesar terhadap total pendapatan di 2024 masih ditopang segmen penjualan aspal yang diperkirakan mencapai Rp100,08 miliar.


"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil berkisar 5 persen per tahun membuka peluang bagi pengembangan infrastruktur yang lebih luas, seperti jalan tol, jalan raya, bandar udara dan pelabuhan. Sehingga, kondisi ini akan memicu peningkatan kebutuhan aspal yang cukup besar dan berkesinambungan," kata Bhadaiwi saat pelaksanaan Public Expose Insidentil secara daring, Kamis (30/5).

Bahkan, lanjut Bhadaiwi, infrastruktur yang telah terbangun juga akan membuka peluang usaha baru bagi SOLA, karena kemudahan akses bisa meningkatkan nilai properti dan peluang bisnis lainnya di wilayah tersebut. Sejauh ini produk yang dihasilkan Perseroan berupa produk spesifik yang memiliki beragam varian aspal, sehingga cakupan pangsa pasar SOLA terbilang lebih luas.

Bhadaiwi menyebutkan, SOLA memiliki jajaran produk dengan brand Xolabit yang terdiri dari jenis aspal emulsi, aspal polimer dan aspal karet, serta coldmix, waterproofing, bitumen protective hingga bitumen membrane. Sementara itu, layanan jasa yang ditawarkan Perseroan berupa konstruksi jalan dan pemasangan panel surya.


Saat pelaksanaan paparan kepada publik, Bhadaiwi menyampaikan bahwa saat ini energi surya menjadi salah satu sumber energi alternatif yang bisa mengatasi dampak krisis energi, karena jumlahnya yang tidak terbatas dan pemanfaatannya pun tidak merusak lingkungan.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi energi matahari di Indonesia mencapai 4,8 KWh/m2 atau setara 112.000 GWp, namun pemanfaatannya hanya sebesar 10 MWp. Pemerintah menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 sebesar 0,87 GW atau setara 50 MWp per tahun.


Bhadaiwi menegaskan, Perseroan bertekad mengembangkan bisnis secara ekspansif di bidang jasa konstruksi energi baru terbarukan (EBT), seiring dengan tren peningkatan permintaan energi ramah lingkungan. Belum lama ini, SOLA melalui anak usahanya, PT Bumiraya Energi Hijau (BEH) telah merampungkan pembangunan Pembangkit Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Gag Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

PLTS berkapasitas 495 KWp dan 2.000 kWh baterai tersebut dimiliki oleh perusahaan pertambangan nikel di Pulau Gag, yakni PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Saat ini Perseroan juga menargetkan pengerjaan sejumlah proyek Independent Power Producer (IPP) PLTS di PT PLN (Persero) dan PLTS Atap untuk konsumen komersial/industrial dan residensial dengan skema zero capex.

Sementara itu, menurut Corporate Secretary SOLA, Dinda Oktavia, pada 22 Mei 2024, Perseroan mendapatkan kontrak baru sebesar Rp27,25 miliar dari kerjasama operasional (KSO) Telogo Argo. SOLA mendapatkan kontrak ini melalui anak usaha, PT Aplikasi Bitumen Indonesia. "Untuk pekerjaan proyek preservasi jalan di Kandangan-Mentewe Provinsi Kalimantan Selatan.