EmitenNews.com - Kebebasan pers terancam. Itu yang dilihat Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Menurut mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, aturan itu (kalau kelak disahkan) jauh lebih berbahaya dan berpotensi memberangus kebebasan pers. Sedikitnya ada 12 poin isu yang membelenggu kebebasan pers, dan wartawan bisa menjadi objek delik dan kriminalisasi.


"RUU KUHP yang sekarang jauh lebih berbahaya dan sangat lebih berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan beraspirasi," kata Azyumardi Azra dalam  konferensi pers menyikapi pembahasan RKUHP itu, di Gedung Dewan Pers Lantai 7, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2022).


Yang membuat Asyumardi Azra gondok, juga karena usulan Dewan Pers terkait RUU KUHP itu sama sekali tidak dipedulikan. Malah, ia mencatat ada tambahan  beberapa poin dalam RUU KUHP yang dapat membelenggu kebebasan pers.


Contohnya, terkait larangan menyiarkan hal-hal yang berbau komunisme, marxisme, dan leninisme. Selanjutnya, terkait larangan menyiarkan berita-berita yang belum teruji kebenarannya.


"Jadi, kalau misalnya sebuah pemberitaan itu tidak sesuai kebenaran, tidak sesuai dengan fakta, jurnalis dan medianya bisa kena delik. Kena hukum," kata Azyumardi Azra.


Saat ini ada 12 poin isu yang membelenggu kebebasan pers dan menilai wartawan bisa menjadi objek delik dan kriminalisasi. Karena itu, Azyumardi Azra menegaskan bahwa RUU KUHP saat ini lebih berbahaya dan berpotensi memberangus kebebasan pers.


Asyumardi Azra juga menyoroti terkait larangan mengkritik tanpa adanya solusi yang disampaikan oleh media, serta larangan menyiarkan berita pengadilan tanpa adanya izin dari hakim. Hal itu dinilai bisa membuat media tidak lagi memainkan peran sebagai kekuatan check and balance dengan pemberitaan terhadap pemerintahan.


"Sangat sayang sekali, sejauh ini proses RUU KUHP ini tidak melibatkan masyarakat sipil. Tidak melibatkan pers. Kami tidak pernah lagi diajak, misalnya membahas RUU KUHP itu. Sudah tidak ada lagi," tegas Asyumardi Azra. ***