Bantah DJP, Menkeu Pastikan Pajak e-Commerce Saat Ekonomi di Atas 6%
Ilustrasi e-commerce. Dok. Website DJKN.
“Kami bayar pajak, jadi tidak ada cerita ada yang bayar pajak, ada yang tidak bayar pajak. Jadi, harus semua bayar pajak. Kita punya kewajiban dan hak yang sama,” kata Budihardjo Iduansjah, di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Hippindo menyoroti persaingan tidak adil saat ini. Toko ritel fisik harus bersaing dengan toko-toko online ilegal yang tidak membayar pajak. Karena itu, Hippindo sangat berharap pemerintah dapat bertindak tegas. Termasuk melalui tindakan takedown terhadap toko online ilegal yang tidak memenuhi kewajiban pajaknya.
Budihardjo meyakini bahwa penerapan pajak e-commerce tidak hanya akan menciptakan keadilan, tetapi juga mendongkrak penjualan ritel offline.
Kementerian Keuangan merancang kebijakan baru terkait pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi para pedagang di platform e-commerce. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menjelaskan rencana ini pada dasarnya adalah pergeseran mekanisme pembayaran pajak.
Jika sebelumnya pedagang online wajib membayar PPh secara mandiri, nantinya lokapasar (marketplace) ditunjuk sebagai pihak yang memungut PPh 22 atas setiap transaksi pedagang di e-commerce.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan dalam rancangan kebijakan pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang e-commerce, pemerintah akan memberikan pengecualian.
Intinya, pedagang yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta dalam satu tahun tidak akan dikenakan pungutan PPh 22. ***
Related News
Jusuf Kalla: Hilirisasi Belum Banyak Beri Manfaat Rakyat
Dorong Mobilitas Saat Libur Akhir Tahun, Airlangga Usulkan WFA
ULN Swasta Alami Kontraksi Pertumbuhan 1,9 Persen
Posisi Utang LN Indonesia Oktober 2025 USD423,9 Miliar
Harga Emas Antam Tetap di Level Rp2.464.000 per Gram
Ada KEK, Pertumbuhan Ekonomi Batang dan Kendal Capai 8-9 Persen





