EmitenNews.com - Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat pascapengumuman kenaikan tarif efektif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke beberapa negara maju dan berkembang. Bank Indonesia (BI) memperkirakan kebijakan kenaikan tarif yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya di negara maju.

Gubernur BI Perry Warjiyo, mencermati pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.

Kinerja ekonomi Tiongkok juga diprakirakan belum kuat, di tengah berbagai strategi diversifikasi ekspor. Sementara itu, kinerja perekonomian India diprakirakan tetap baik didukung permintaan domestik.

"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 masih belum kuat sekitar 3,0%. Tekanan inflasi AS masih menurun sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan," kata Perry seusai memimpin Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Juli 2025 di Jakarta, Rabu (6/7).

Sementara itu, pergeseran aliran modal keluar dari AS ke Eropa dan negara berkembang, serta komoditas yang dianggap aman seperti emas, terus berlanjut sejalan dengan meningkatnya risiko ekonomi AS, termasuk risiko fiskal. Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY).

Perry menekankan, ke depan kewaspadaan serta respons dan koordinasi kebijakan yang lebih kuat diperlukan guna memitigasi ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global yang masih tinggi, serta menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.(*)