EmitenNews.com - Bank Indonesia memperkirakan perekonomian domestik tumbuh lebih tinggi pada 2022. Perkembangan indikator ekonomi pada Desember 2021 mengindikasikan akselerasi proses pemulihan, antara lain mobilitas masyarakat, penjualan eceran, dan keyakinan konsumen.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2021 diprakirakan tetap berada dalam kisaran 3,2%-4,0%. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat ke kisaran 4,7%-5,5% pada 2022, sejalan dengan akselerasi konsumsi swasta dan investasi di tengah tetap terjaganya belanja fiskal Pemerintah dan ekspor. Meski risiko kenaikan kasus Covid-19 perlu terus diwaspadai," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat menjelaskan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (20/1).
Prakiraan tersebut didukung oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan ekonomi yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut.
Gubernur BI menyebut kinerja lapangan usaha utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertanian tumbuh meningkat. Secara spasial, perbaikan ekonomi diprakirakan terjadi di seluruh wilayah terutama Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Balinusra seiring dengan tetap kuatnya kinerja ekspor, perbaikan permintaan domestik, dan kinerja lapangan usaha utama.
Sebagaimana ekonomi domestik, BI memperkirakan pemulihan ekonomi global tetap berlanjut di tengah kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron, tekanan inflasi yang tinggi, dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral.
"Pemulihan tersebut diprakirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak hanya bertumpu pada Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, namun juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India," papar Perry.
Perbaikan yang terus berlangsung dikonfirmasi oleh kinerja sejumlah indikator pada Desember 2021 antara lain Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat.
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global tetap berlanjut hingga mencapai 4,4% pada 2022.
Volume perdagangan dan harga komoditas dunia masih meningkat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang.
Ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed sebagai respons tekanan inflasi di AS yang meningkat sejalan dengan gangguan rantai pasok dan kenaikan permintaan, serta tingginya penyebaran Covid-19 varian Omicron.
Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.(fj)
Related News
Harga Emas dan Perak Picu Penurunan HPE Konsentrat Tembaga
Serahkan Dokumen Ini, PBB Puji Setinggi Langit Indonesia
Produksi Baterai HLI Power Karawang Cukupi 150 Ribu Mobil Listrik
Dari Hobi Jadi Hoki, Cuan di Balik Bisnis Kartu Pokemon
Negosiasi Tarif Dagang dengan AS Masih Berjalan, Ini Harapan Indonesia
JK Pertanyakan Kehadiran Jenderal di Lahannya, TNI AD Kumpulkan Data





