BUMN Dinilai Hadapi Tantangan Tata Kelola dan Ketidakpastian Hukum
Ganbar acara Membangun Masa Depan BUMN: Strategi M&A dan Reformasi Hukum
EmitenNews.com - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menghadapi tantangan signifikan terkait tata kelola dan ketidakpastian hukum, yang menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan daya saing BUMN di pasar global.
Padahal, dengan total aset sebesar Rp10.402 triliun, BUMN memainkan peran strategis di sektor-sektor penting seperti infrastruktur, energi, dan transportasi.
Solusi konkret diperlukan untuk mengatasi tantangan ini, terutama melalui peningkatan perlindungan hukum dengan kerangka Business Judgment Rule (BJR) dan perbaikan tata kelola. Langkah ini diharapkan dapat membuat BUMN lebih fleksibel dan inovatif dalam menghadapi persaingan serta memperkuat perannya dalam perekonomian Indonesia.
Topik ini dibahas dalam seminar bertajuk "Membangun Masa Depan BUMN: Strategi M&A dan Reformasi Hukum untuk Pertumbuhan," yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Indonesia Strategic Management Society (ISMS), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, menekankan bahwa salah satu strategi utama untuk meningkatkan daya saing BUMN adalah melalui merger dan akuisisi (M&A). Dengan M&A, BUMN dapat memperluas pangsa pasar, mengoptimalkan sumber daya, dan meningkatkan skala operasional.
Namun, ketidakpastian hukum tetap menjadi kendala, terutama terkait dengan kontradiksi antara UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang mempengaruhi interpretasi "keuangan negara yang terpisah."
Menurut Hikmahanto, perlindungan hukum bagi eksekutif BUMN dapat diwujudkan melalui kerangka BJR yang kuat, seperti yang diterapkan di Australia.
Di sana, BJR memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang membuat keputusan bisnis dengan niat baik dan kehati-hatian, sehingga mengurangi ketakutan terhadap tuntutan pidana yang tidak proporsional.
Rhenald Kasali menambahkan bahwa saat ini terdapat kecemasan di kalangan eksekutif BUMN terkait risiko kriminalisasi. “Kita perlu tata kelola yang baik dan aturan yang jelas,” ujar Rhenald.
Ia juga menyatakan bahwa perlu adanya pembedaan dalam menilai keputusan bisnis, karena keputusan yang tampak merugikan dalam jangka pendek belum tentu berdampak negatif dalam jangka panjang.
Para pembicara sepakat bahwa pemahaman prinsip BJR sangat penting bagi eksekutif BUMN agar mereka mengetahui batas tanggung jawab hukum mereka. Prinsip ini memungkinkan para eksekutif mengambil keputusan strategis dengan itikad baik dan kehati-hatian, tanpa khawatir terhadap tuntutan pidana yang berlebihan. Keberanian dalam mengambil keputusan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan bagi BUMN.
Related News
Waskita (WSKT) Progres Proyek LRT Jakarta Fase 1B
OJK Sebut Telah Periksa Transaksi Saham BREN, Hasilnya Ini
Bank CIMB (BNGA) Kuartal III Cetak Kredit Rp218,6T, Cek Rinciannya
Ini Alasan BEI Pantau Pegerakan Saham BDKR
Manoj Punjabi dan Istri Kompak Mundur dari NETV, Alasan Apa?
Ditampung Hermanto Tanoko 423,75 Juta Lembar, PEVE Melonjak 14 Persen