DPR: Katanya IKM Tulang Punggung Ekonomi, Pembiayaannya Kok Minim?

Anggota Komisi VII DPR RI Bane Raja Manalu saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025). Foto: Farhan/vel
EmitenNews.com - Anggota Komisi VII DPR RI Bane Raja Manalu menyoroti ketimpangan alokasi anggaran dalam program Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tahun 2026. Ia menilai klaim bahwa industri kecil dan menengah (IKM) sebagai tulang punggung ekonomi nasional belum tercermin secara nyata dalam struktur pembiayaan tahun 2026.
Meski IKM kerap disebut menyerap lebih dari 99 persen tenaga kerja nasional sekaligus menjadi penggerak ekonomi oleh Kemenperin, ungkapnya, alokasi anggaran untuk sektor tersebut dinilai jauh dari memadai.
“Kalau benar IKM adalah tulang punggung ekonomi dan penyerap tenaga kerja terbesar, maka anggarannya juga harus merepresentasikan hal itu. Kok ini tidak terlihat (dalam paparan),” ujar Bane dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Ia pun merinci beberapa pos anggaran yang dinilai tidak seimbang. Di antaranya, anggaran untuk peningkatan sentra IKM hanya mendapat Rp3,1 miliar. Untuk program pemanfaatan teknologi dan inovasi industri, anggarannya sebesar Rp13 miliar, tetapi peningkatan wirausaha berbasis teknologi sebesar Rp1,35 miliar.
Sebaliknya, alokasi anggaran untuk Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) mencapai Rp533 miliar. Mengetahui data ini, dirinya mengingatkan bahwa besar anggaran harus dibarengi dengan outcome yang konkret, terutama soal keterpaduan antara lulusan pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri.
“Kami perlu data berapa banyak lulusan sekolah perindustrian yang terserap kerja dan di mana saja. Jangan sampai kita percaya pada klaim serapan hampir 100 persen, tapi faktanya tidak demikian,” tegasnya.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menyoroti data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang mencantumkan bahwa 70 persen perusahaan mengalami kesulitan untuk memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan industri. Data ini, menurutnya, menunjukkan masih ada kesenjangan besar antara pendidikan vokasi dan kebutuhan nyata industri.
Maka dari itu, ia mendesak agar program link and match antara pendidikan dan industri diperkuat, bukan hanya sekadar jadi business matching semata. “Link and match antara industri dan pendidikan harus diperjelas, bukan sekadar jargon. Kalau tidak, anggaran besar pun tidak akan efektif,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Bane meminta agar anggaran untuk sektor IKM dan industri agro lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan cita-cita pembangunan industri nasional.
“Kalau kita ingin industri Indonesia tumbuh dan berdaya saing, anggaran teknis yang langsung menyentuh pengembangan sektor riil harus diperbesar, bukan justru dipinggirkan,” tutup legislator daerah pemilihan Sumatera Utara III.(*)
Related News

Batal Diperiksa Sebagai Saksi, Nadiem Makarim Minta Penjadwalan Ulang

Perkuat Posisi Dagang, Indonesia Perluas Ekspor ke Pasar Global

Soal Delisting Sritex, BEI Tunggu Proses Likuidasi dari Kurator

Ada Peluang AS Hapus Tarif Impor RI 32 Persen, Ini Permintaan Trump

Kejagung Limpahkan 5 Tersangka Kasus Putusan Lepas Perkara CPO

Kasus Korupsi Pembangunan Jalan di Sumut, KPK Mulai Periksa Saksi