EmitenNews.com - Kepala IMF, Kristalina Georgieva, memperingatkan bahwa ekonomi dunia berisiko terjebak dalam pertumbuhan lambat dan utang tinggi. Ketegangan geopolitik dan konflik, termasuk hubungan dingin antara AS dan China, melemahkan perdagangan global.


Seperti dilansir AP News, Jumat (25/10/2024), IMF memprediksi ekonomi global hanya akan tumbuh 3,2 persen pada 2023, yang dianggap "anemik." Georgieva menyatakan bahwa perdagangan tidak lagi menjadi mesin utama pertumbuhan akibat fragmentasi ekonomi global.


Banyak negara terjebak dalam beban utang besar yang diambil selama pandemi COVID-19. IMF memperkirakan total utang global akan mencapai lebih dari USD100 triliun (Rp1.563.800 triliun) tahun ini.


Angka tersebut setara dengan 93 persen dari output ekonomi dunia. Angka ini diperkirakan naik hingga mendekati 100 persen pada tahun 2030, yang mengancam prospek pertumbuhan global.


Georgieva menyebutkan hal ini dapat menyebabkan pendapatan lebih rendah dan kurangnya penciptaan lapangan kerja. Meski begitu, ada beberapa kemajuan dalam mengendalikan inflasi yang melonjak sejak pandemi.


Bank sentral, termasuk Federal Reserve, telah menaikkan suku bunga, dan hambatan dalam rantai pasokan telah berkurang. IMF memperkirakan inflasi di negara maju akan turun ke 2 persen pada 2024 tanpa menjerumuskan dunia ke dalam resesi.


Sebagian besar dunia diprediksi akan mengalami "pendaratan lunak”. Namun, ketidakpuasan ekonomi masih dirasakan masyarakat, meski para pemimpin negara melaporkan ekonomi yang relatif sehat.


IMF memperingatkan bahwa Tiongkok berisiko mengalami penurunan pertumbuhan lebih lanjut jika tidak segera melakukan reformasi ekonomi. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan turun menjadi 4,8 persen tahun ini dan 4,5 persen pada 2025, setelah mencapai 5,2 persen pada 2023.


Georgieva mendesak Tiongkok beralih dari ketergantungan pada ekspor dan mengandalkan konsumsi domestik sebagai sumber pertumbuhan yang lebih stabil. Dia juga menyerukan tindakan tegas untuk mengatasi krisis di pasar properti Tiongkok, yang diyakini dapat memulihkan kepercayaan konsumen.


Jika tidak ada reformasi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa turun di bawah 4 persen. IMF terus bekerja untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi global, stabilitas keuangan, dan pengurangan kemiskinan.(*)