EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku meski dua bulan terakhir laju inflasi di Indonesia meningkat di atas 2%, tapi masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan dengan banyak negara maju, bahkan di negara berkembang lainnya.
“Tahun lalu, kita mengalami inflasi yang relatif sangat ringan di 1,6 persen. Januari dan Februari kami memiliki sedikit peningkatan di atas 2 persen. (Tapi) jika dibandingkan dengan banyak negara maju atau bahkan negara berkembang lainnya, tingkat inflasi ini masih tergolong sangat rendah,” kata Menkeu secara daring dalam acara Bloomberg Asean Business Summit, Rabu (16/03).
Namun demikian, Indonesia tetap akan sangat berhati-hati dengan harga komoditas global dan gangguan pasokan, bahkan sebelum invasi Rusia ke Ukraina yang telah menciptakan tekanan pada harga.
“Itu bisa dilihat dari banyaknya tingkat inflasi negara maju dan beberapa negara berkembang yang sudah meningkat cukup signifikan dan itu pasti akan berdampak,” ujar Menkeu.
Menkeu menjelaskan respon terhadap kebijakan moneter di banyak negara maju dalam hal pengetatan dan peningkatan inflasi akan mempengaruhi daya beli, sehingga akan mempengaruhi pemulihan yang didorong oleh konsumsi. Kedua efek tersebut perlu direspon dan diantisipasi. Untuk Indonesia, sebagian kenaikan harga komoditas ini belum ditransmisikan ke harga konsumen karena kebijakan harga yang diatur oleh pemerintah.
“Harga pangan kita yang relatif stabil, seperti beras yang dalam dua tahun terakhir sangat diuntungkan dengan hujan yang terus menerus dan itu juga menjadi penyangga bagi kita,” kata Menkeu.
Di sisi lain, pemerintah juga sangat mewaspadai harga pangan lainnya, termasuk minyak goreng, kedelai, dan gandum karena konflik Rusia-Ukraina akan berdampak signifikan bagi beberapa komoditas di Indonesia.
“Kami sudah membuat kalkulasi yang tentunya memberikan tekanan pada harga ini terhadap inflasi dalam beberapa bulan ke depan. Apalagi untuk Indonesia, karena kita mengantisipasi Ramadan dan Idul Fitri yang akan terjadi dalam dua bulan ke depan. Jadi, harga komoditas yang bersifat musiman pasti akan berimplikasi pada proses pemulihan ekonomi di Indonesia,” ujar Menkeu.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah akan terus memonitor dinamika ekonomi dan volatilitas harga komoditas, serta menyusun analisis risiko ekonomi dan fiskal atas berbagai skenario untuk merumuskan langkah antisipasi.
Di samping itu, kebijakan akan diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan nasional, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan, serta menjaga keberlanjutan pemulihan sektor usaha dan keberlanjutan fiskal.
“Pemerintah akan menggunakan berbagai tools, baik fiskal moneter maupun bahkan intervensi di pasar, agar kami dapat terlebih dahulu memastikan bahwa proses pemulihan akan terus berlanjut,” kata Menkeu.
Pemerintah juga akan melakukan mitigasi dari dampak dari peningkatan harga komoditas ekstrim juga akan terus dilakukan, serta memastikan ketersediaan barang dan jasa saat permintaan membaik seiring dengan proses pemulihan setelah pandemi.
“Jadi, kami akan menggunakan semua alat agar kami dapat menavigasi situasi yang sangat menantang ini dari pandemi yang belum berakhir, serta risiko geopolitik baru,” ujar Menkeu.(fj)
Related News
Mobil Baru Mahal,Gaikindo Ungkap Yang Bekas Penjualannya Meningkat
Distribusi Reksa Dana MONI II Kelas Income 2, Bank DBS Kolaborasi MAMI
IFG Gelar Research Dissemination 2024, Hadirkan Dosen Sejumlah PT
Sampai 19 November Rupiah Melemah 0,84 Persen dari Bulan Sebelumnya
BI Kerahkan Empat Instrumen untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Membaik, Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan II Surplus USD5,9 Miliar