EmitenNews.com - Jangan terlalu khawatir atas mengerasnya konflik di Timur Tengah. Kadin Indonesia menilai kondisi fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat dalam menghadapi ancaman dampak krisis akibat ketegangan yang memuncak setelah serangan Iran atas Israel belum lama ini.

"Ketika ekonomi global hanya tumbuh rata-rata 2 persen, kita dan segelintir negara seperti India dan Tiongkok, mampu tumbuh di atas 5 persen," kata Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Anindya Bakrie menegaskan hal tersebut saat bertemu Sekretaris Jenderal Kadin Internasional (International Chamber of Commerce/ICC) John Denton, di Kantor Pusat ICC, Paris, Perancis, Rabu (17/4/2024).

Kepada Sekjen ICC, Anindya Bakrie menyampaikan optimisme bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi tekanan dan ancaman krisis akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. “Seperti tekanan yang dialami nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pekan ini."

Kondisi ekonomi makro Indonesia memiliki daya tahan dalam menghadapi ancaman krisis, baik oleh eskalasi geopolitik maupun geoekonomi global. Sejumlah indikator yang menunjukkan kekuatan ekonomi makro, antara lain Indonesia masih mampu mencatat pertumbuhan di atas 5 persen.

Indikator lainnya adalah laju inflasi yang terkendali, jauh di bawah negara maju anggota OECD lainnya. Laju inflasi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 sebesar 3,05 persen secara tahunan.

Berkaitan dengan penurunan nilai tukar rupiah yang menembus level psikologis Rp16.000 per USD, menurut Anindya Bakrie, bukan yang pertama kali terjadi. Pada April 2020, kurs rupiah juga pernah bernasib sama. Pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami rupiah, tetapi juga mata uang regional lainnya.

Menurut Anindya Bakrie, penyebabnya ketidakpastian kondisi geopolitik akibat memanasnya Timur Tengah. Belum lagi perang dagang yang meruncing antara AS dan Tiongkok. ***