Kasus Korupsi PT Timah, Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp300T
Terdakwa Harvey Moeis. dok. BeritaSatu.
EmitenNews.com - Dakwaan untuk terdakwa Harvey Moeis berat juga. JPU mendakwa perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin itu, merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk., pada tahun 2015–2022.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara Rp300.003.263.938.131,14, berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Ardito Muwardi dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Perbuatan melawan hukum dimaksud, yakni melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Harvey Moeis terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Menurut JPU Ardito Muwardi, perbuatan korupsi Harvey awalnya dengan mengadakan pertemuan bersama Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi dan Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta. Mereka membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor berbagai smelter swasta tersebut.
Harvey Moeis melakukan pertemuan itu atas sepengetahuan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah.
Permintaan Mochtar,dan Alwin tersebut, didasari karena bijih timah yang diekspor oleh para smelter swasta tersebut, hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Atas permintaan itu, Harvey Moeis meminta empat smelter swasta –CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa– membayar biaya pengamanan kepada Harvey USD500 sampai USD750 per ton.
Untuk menyamarkannya, menurut JPU, dicatat seolah-olah merupakan pos tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.
Harvey Moeis juga didakwa menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki orang yang kompeten atau competent person (CP), antara lain, keempat smelter swasta dengan PT Timah.
Harvey bersama keempat smelter swasta tersebut bernegosiasi dengan PT Timah terkait sewa-menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian mendalam.
JPU menyebutkan Harvey dan keempat smelter swasta menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah. Tujuannya, melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta dari penambangan ilegal di IUP PT Timah.
Lalu, Harvey Moeis dan keempat smelter swasta melakukan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya, dengan cara melakukan pembelian bijih timah dari penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah.
Harvey bersama dengan Mochtar, Emil Ermindra, dan Alwin menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar USD4.000 per ton untuk PT Refined Bangka Tin dan USD3.700 per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian, dengan kajian dibuat tanggal mundur.
JPU menduga dari tindak kejahatan itu, Harvey Moeis menerima Rp420 miliar. Uang itu dibagi dua bersama dengan selebaran Helena Lim.
Dalam dugaan korupsi ini, Harvey disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Tahun 2010 tentang TPPU. (P-5)
Tak hanya itu, Harvey juga didakwa menerima biaya pengamanan dari empat perusahaan smelter melalui Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange.
Related News
Menteri LH Ungkap Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Awal 2025
Polda Dalami Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan
Ini Peran PTPP Dalam Percepatan Penyelesaian Jalan Tol Jelang Nataru
Keren Ini! Rencana Menaker, Gelar Bursa Kerja Setiap Pekan
JK Apresiasi Pembangunan Gedung Baru 15 Lantai FEB Unhas
November Ini, Desk Judi Online Ajukan 651 Pemblokiran Rekening Bank