EmitenNews.com - Tidak ada anggaran untuk pemusnahan barang impor ilegal sitaan, Kementerian Perdagangan akan membagikannya secara gratis kepada sejumlah pabrik. Barang sitaan Satgas Importasi Ilegal itu, meliputi pakaian bekas, karpet, hingga produk elektronik. Nilainya setara Rp46 miliar.

Dalam keterangannya yang dikutip Rabu (7/8/2024), Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang mengatakan satgas tidak punya uang untuk memusnahkan barang tersebut. Oleh karena itu, barang sitaan itu bisa digunakan pabrik untuk bahan bakar produksi.

"Kan industri perlu bahan bakar, nah salah satunya dari balpres dan tekstil rol yang disita ini. Enggak bayar. Gratis," tegas Moga Simatupang, usai Konferensi Pers dan Pemusnahan Pakaian Bekas Oleh Satgas Importasi Ilegal di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024).

Namun, ada proses yang harus ditempuh pabrik atau industri. Kemendag mengatakan pihak yang butuh bisa menghubungi instansi terkait yang menyita barang tersebut.

Misalnya, Bareskrim Polri yang mengamankan pakaian bekas sebanyak 1.883 bal. Ada juga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan yang menyita 3.044 balpres, melalui Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC) Tanjung Priok.

Menurut Moga Simatupang, jika barang impor ilegal itu dicacah, untuk kemudian dimusnahkan, atau dibakar, perlu biaya. Satgas bersifat ad hoc, sehingga tidak tersedia dana untuk mobilisasi, untuk pemusnahan. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan industri untuk pemusnahannya.

Jajaran Satgas Importasi Ilegal bakal terus menindak penyelundupan impor. Masa tugas satgas akan berakhir Desember 2024.

Selain balpres baju impor ilegal, satgas melalui Kementerian Perdagangan mengamankan kain gulungan atau tekstil dan produk tekstil (TPT) sebanyak 20 ribu rol.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut data impor barang tersebut tidak lengkap. Ia mengatakan produk kain itu tak dilengkapi dokumen persetujuan.

"Tekstil dan produk tekstil (TPT) tersebut diduga tidak dilengkapi dokumen persetujuan impor dan laporan surveyor. Artinya, barang itu masuk gak jelas isinya. Serta (tidak ada) dokumen lainnya terkait asal barang," tegas Zulkifli. ***