EmitenNews.com - Terbuka peluang bagi Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan PT Sungai Budi Group menjadi tersangka korporasi dalam kasus suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan di lingkungan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V. KPK perlu mendalami terlebih dahulu dugaan korupsi tersebut dilakukan oleh Sungai Budi Group secara korporasi atau tidak.

“Tentu dalam perjalanannya kalau kami menemukan bukti-bukti yang cukup bahwa itu dilakukan oleh korporasi,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11/2025) malam.

Untuk itu, KPK perlu mendalami terlebih dahulu dugaan korupsi tersebut dilakukan oleh Sungai Budi Group secara korporasi atau tidak. Yang jelas KPK tangani saat ini adalah person to person, yakni orang menyuap kepada penyelenggara negara.

Seperti diketahui pada 14 Agustus 2025, KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap pengelolaan kawasan hutan tersebut. Penetapan dilakukan setelah adanya operasi tangkap tangan pada 13 Agustus 2025.

KPK merinci tiga tersangka itu adalah Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng Djunaidi (DJN), Staf Perizinan Sungai Budi Group, Aditya (ADT), dan Direktur Utama Inhutani V Dicky Yuana Rady (DIC).

Djunaidi dan Aditya merupakan tersangka pemberi suap, sedangkan Dicky Yuana Rady adalah tersangka penerima suap.

Pada tanggal penetapan tersangka, KPK juga mengumumkan menyita uang tunai senilai 189.000 dolar Singapura, Rp8,5 juta, dan dua unit kendaraan roda empat.

Kasus korupsi kerja sama pengelolaan kawasan hutan di Inhutani V 2024-2025

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny Pangaribuan mengungkapkan dua pengusaha swasta, yakni Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra, didakwa memberikan suap sebanyak 199 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp2,55 miliar (kurs Rp12.800 per dolar Singapura) terkait kasus suap dalam korupsi kerja sama pengelolaan kawasan hutan di lingkungan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2024-2025.

Djunaidi Nur merupakan salah satu direktur di PT PML, sedangkan Aditya Simaputra merupakan asisten pribadi Djunaidi serta staf perizinan di PT SBG.

KPK mendakwa dua pengusaha tersebut memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady. Uang sogokan diberikan agar Dicky mengkondisikan atau mengatur PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung.

Demikian JPU Tonny Pangaribuan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

Atas perbuatannya, Djunaidi dan Aditya terancam pidana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP.

Perkara bermula pada tahun 2009, saat PT Inhutani V mengadakan kerja sama pengelolaan hutan tanaman dengan PT PML atas areal hutan yang izinnya dimiliki oleh PT Inhutani V dengan PT PML.

Pada 2014 terjadi sengketa antara PT Inhutani V dengan PT PML. PT PML mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diputus dengan memenangkan PT PML.

"Putusan BANI tersebut dibatalkan oleh PN Jakarta Pusat, lalu putusan PN Jakarta Pusat dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA), sehingga menguatkan putusan BANI," ujar JPU.

Setelah adanya putusan MA, pada 1 November 2018, PT PML dan PT Inhutani V sepakat mengakhiri sengketa serta membuat kerja sama yang baru.