EmitenNews.com - Gubernur Papua, Lukas Enembe sakit. Karena itu, tersangka kasus gratifikasi penerimaan uang Rp1 miliar itu, tidak bisa menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Mako Brimob Polda Papua, Jayapura, Papua, Senin (12/9/2022). Mengetahui sang gubernur akan diperiksa, massa pendukungnya ke Mako Brimob, dan mendesak bertemu penyidik KPK. Sejak 5 September 2022, Lukas Enembe jadi tersangka kasus korupsi, dan dicekal.


Saat berorasi bersama massa pendukung, Koordinator kuasa hukum Lukas Enembe, Stevanus Roy Rening, di Mako Brimob Papua, Senin, mengungkapkan kondisi kliennya tersebut, pasca ditetapkan jadi tersangka korupsi gratifikasi sekitar Rp1 miliar.


"Bapak gubernur sakit, dari kemarin malam kakinya bengkak, dan tidak bisa jalan. Duduk pun susah maka tidak bisa hadir di Mako Brimob," kata pengacara Stevanus Roy Rening.


Melalui kuasa hukumnya itu, Gubernur Lukas Enembe menyampaikan tidak takut terhadap proses hukum selagi tidak melakukan kesalahan. "Pak Gubernur sampaikan tidak akan lari, karena merasa tidak melakukan kesalahan dengan memakan uang rakyat."


Stevanus Roy Rening mengaku cukup kaget dengan langkah KPK menetapkan tersangka terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kasus Gratifikasi tanpa ada proses pemeriksaan terlebih dahulu. "Tidak pernah diperiksa, tiba-tiba jadi tersangka gratifikasi Rp1 miliar, ini cukup lucu ada ada dengan KPK?"


Tim pengacara mempertanyakan dasar penetapan status tersangka tersebut. Lukas Enembe menjadi tersangka di KPK sejak 5 September 2022. Oleh sebab itulah KPK memanggil Lukas Enembe sebagai tersangka di Mako Brimob Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, Senin (12/9/2022).


"Saya mendapat informasi bahwa perkara ini sudah masuk penyidikan. Itu artinya sudah ada tersangka. Ada surat dari KPK, 5 September Bapak Gubernur sudah jadi tersangka, padahal Pak Gubernur sama sekali belum didengar keterangannya," kata Stevanus Roy kepada wartawan di Mako Brimob Polda Papua.


Stevanus Roy menegaskan, KUHP menyatakan bahwa seseorang yang dijadikan tersangka harus ada dua alat bukti dan sudah diperiksa sesuai keputusan MK Nomor 21 Tahun 2014. "Kita menyayangkan sikap KPK yang tidak profesional seperti ini."


Menurut Stevanus Roy, tim kuasa hukum telah mendapat keterangan dari Lukas Enembe atas kasusnya. Uang Rp1 miliar yang ditransfer ke rekening gubernur, milik Gubernur Lukas Enembe. Itu dana pribadi yang bersangkutan untuk berobat di Singapura pada Maret 2020.


"Lucu, masak gratifikasi kelas gubernur hanya Rp1 miliar. Tidak masuk di akal. Itu uang yang ditransfer untuk berobat gubernur. Kalau dibilang kriminalisasi, iya kriminalisasi karena memalukan seorang gubernur menerima gratifikasi Rp1 miliar. Gratifikasi kok melalui transfer, memalukan," tuturnya.


Stevanus mengaku pihaknya telah bertemu dengan tim KPK. Dalam pertemuan itu, kuasa hukum meminta agar proses ditunda perihal kesehatan. "Pak gubernur akan bertolak untuk berobat di luar negeri. Sudah ada izin dari Mendagri. Tim KPK dipimpin Asep Guntur akan berkoordinasi dengan pimpinan KPK di pusat."


Keinginan Lukas Enembe ke luar negeri itu, seperti akan terkendala kasusnya. KPK sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe. Pencegahan itu berlangsung selama 6 bulan ke depan.


"Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Ditwasdakim) Ditjen Imigrasi menerima pengajuan pencegahan kepada subjek atas nama Lukas Enembe dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 7 September 2022. Pencegahan berlaku selama enam bulan," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram, di Jakarta, Senin (12/9/2022).


"Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri selama masa pencegahan berlaku," tegas Nyoman Gede Surya Mataram. ***