EmitenNews.com - Pendiri INDEF, Prof Dr Didik J Rachbini menekankan, sebagai janji kampanye penggunaan dana Makan Bergizi Gratis (MBG) memang harus diwujudkan presiden terpilih, Prabowo Subianto.


Namun karena penggunaan dananya pasti akan sangat besar, supaya tidak mengganggu APBN maka menurut Rektor Universitas Paramadina ini harus bertahap mulai dari wilayah-wilayah miskin. Program MBG ini belum jelas wujudnya, bagaimana dijalankan dan lain-lain.


"Program MBG ini seharusnya diwajibkan dan didesentralisasikan dengan UMKM di daerah-daerah meski dananya dari pusat. Karena jika dipusatkan, itu bisa jadi sumber korupsi dan lain-lain. Jadi memang sudah harus diwajibkan. Hanya problemnya bagaimana gizinya cukup," tandasnya pada diskusi publik "Makan Bergizi Gratis via UMKM : Apa Saja Pembelajaran ke Depan?" di Jakarta, Kamis (17/10).


Jadi, lanjut Didik, prinsip program MBG ini harus didesentralisasikan ke daerah dengan melibatkan UMKM lokal. Terutama difokuskan ke daerah-daerah yang rawan gizi. Namun untuk standarisasi mutu dan sebagainya memang perlu dimonitor. "UKM sendiri memang harus diajari soal standar mutu, meski pernah punya catering sebelumnya," sambungnya.


Gunanya UKM daerah diajari, agar tahu bahwa kandungan gizi MBG harus diutamakan. Pelibatan Kementerian Kesehatan dan kampus-kampus sangat perlu dilakukan untuk mengajari pelatihan gizi, misalnya. MBG juga hendaknya difokuskan kepada SD dan SMP.


Karena dananya terbatas, maka bagi daerah-daerah yang banyak berdiri perusahaan besar seperti di Kaltim, Aceh atau kota Surabaya pinggir, sumber-sumber dana lain yang sifatnya sosial di luar APBN, CSR, termasuk zakat, hendaknya dijadikan satu program saja. Masyarakat mampu juga diajak berderma utk MBG, dengan masuk wilayah amal baik seperti zakat.


Sasaran utama dari program MBG yang harus dicapai, selain mengatasi kerawanan pangan, kemampuan akademis siswa untuk matematika dan lainnya juga harus naik. Untuk perlu monitoring pengukuran. Kepala sekolah harus diwajibkan untuk mengukur prestasi akademik siswa.


"Yang harus diwaspadai, program MBG ini pasti sudah diincar oleh para bandit ekonomi yang telah membidik anggaran. Misalnya untuk pengadaan daging akan diupayakan dimonopoli oleh satu perusahaan yang punya kaitan dengan ketua partai ataupun elit-elit DPR," Didik mengingatkan.


Maka dari itu menurutnya pelaksanaan MBG ini harus ada kajian ekonomi politik dengan mewajibkan desentralisasi daerah dan UMKM setempat. "Tidak boleh dipusatkan di Jakarta, dengan alasan standarisasi mutu, padahal bandit sedang berupaya untuk mengambil seluruh peluang bisnis itu, sehingga peluang distribusi tidak ada."


Oleh sebab itu Didik menekankan sejak sekarang pemerintah harus punya data daerah rawan pangan dan data UMKM daerah. Perlu dilakukan survei – feasibility study tentang pasokan-pasokan yang layak, feasible dan murah di daerah-daerah. "Jadi tidak oleh pusat dengan outsorcing dikuasai hanya beberapa orang. Jangn sampai program MBG yang mulai itu malah menjadi ‘’racun’’ bagi ekonomi nasional," pungkasnya.(*)