Mengapa Susah Menahan Sabar dalam Investasi Saham?
“Uang yang besar tidak terletak pada pembelian dan penjualan, tetapi pada penantian.” —Charlie Munger.
EmitenNews.com - Tahun lalu saya membeli sebuah emiten dan berjanji menggenggamnya seumur hidup. Saham ini di bawah harga wajarnya. Dari riset pribadi saya memprediksi harga wajarnya 3 kali saat saham ini naik. Tebakan saya tepat. Namun, sayangnya emiten yang saya anggap perusahaan berkinerja bagus ini harus saya jual dengan keuntungan sangat sedikit setelah Satu tahun mendekapnya.
Sebabnya pengaruh influencer, tapi tentu saja ini kesalahan pengambilan keputusan pribadi saya. Tepatnya, saya lupa tujuan berinvestasi sejak awal. Dari pengalaman di atas saya mencoba berefleksi. Sebenarnya mengapa saya tidak sabar dalam mengambil keputusan berinvestasi? Ini terlepas dari pilihan gaya investasi kita.
Dari permenungan itu saya coba belajar dari mereka yang berhasil bersabar di bursa efek dan memperoleh keuntungan dari tujuan investasinya. Seperti Warren Buffett, Charlie Munger, Pieter Lynch, Lo Kheng Hong, dan kajian teoritis Teori Prospect peraih nobel ekonomi Daniel Kahneman dan Amos Tversky.
Warren Buffett berkata, pasar saham akan mentransfer kekayaan dari yang tidak sabar ke yang sabar. Mengapa? Sesepuh investasi saham ini percaya bahwa investor yang fokus pada kepemilikan jangka panjang pada perusahaan berkualitas akan mengabaikan fluktuasi pasar jangka pendek. Maka ia akan menuai hasil yang lebih besar dibandingkan mereka yang bereaksi pada setiap pergerakan pasar. Mereka yang mencoba untuk mengatur waktu pasar, yang sering kali mengarah pada keputusan investasi yang buruk karena ketidaksabaran.
Lo Keng Hong juga mengamini nasihat Buffet. Secara konsisten pada seminar webinar, dan siniar Lo Keng Hong mengatakan,”sabar itu ilmu tingkat tinggi, ujiannya sering mendadak. Orang yang sabar di pasar saham cuan nya gede”.
Kita Cenderung Memilih Rugi daripada Untung
Pengambilan keputusan yang merugikan kita ini coba direfleksikan dalam Teori Prospect oleh peraih nobel ekonomi, Daniel Kahneman dan Amos Tversky.
Kahneman memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 2002 – pertama kalinya diberikan kepada seorang psikolog atas pendekatan inovatifnya dalam memahami perilaku manusia. Teori tersebut menjelaskan berbagai fenomena yang tidak konsisten dengan model neoklasik homo economicus dan memberikan pandangan baru tentang pengambilan keputusan individu.
Kahneman memperkenalkan heuristik dan bias, yang menantang pandangan klasik tentang rasionalitas manusia dalam ekonomi. Hal ini menantang asumsi ekonomi klasik bahwa individu bertindak secara rasional dan demi kepentingan terbaik mereka saat membuat keputusan dalam ketidakpastian. Namun, Kahneman dan Tversky menunjukan orang-orang cenderung untuk lebih mempertimbangkan kerugian daripada keuntungan, dan sifat keputusan kita yang sering kali tidak rasional.
Sebelum Sabar Menanti Lakukan Ini Dahulu
Sebelum anda bersabar, investor legendaris Peter Lynch memberikan nasihat agar kita membeli perusahan yang sudah kita pahami sebelumnya. Artinya kita sudah ngulik atau meneliti saham tersebut secara menyeluruh.
Peter Lynch merupakan praktisi yang memiliki rata-rata pertumbuhan investasi reksa dana yang dikelolanya di Magellan Fund hingga 29,2 persen dalam periode 1977-1990.
Peter Lynch, seorang investor yang sangat sukses, punya pandangan unik tentang riset saham. Menurutnya, alat yang paling berguna untuk menemukan saham yang bagus bukanlah grafik atau data rumit, melainkan hal-hal sederhana seperti mengamati dengan seksama apa yang terjadi di sekitar kita. Lynch sering bilang, ide-ide investasinya yang paling cemerlang muncul saat dia sedang belanja di supermarket atau ngobrol santai dengan orang-orang yang dia kenal. Dia percaya bahwa dengan mengamati tren terbaru, produk yang sedang populer, atau perusahaan yang sering dibicarakan orang, kita bisa menemukan peluang investasi yang menarik.
Selain itu, Lynch juga punya prinsip yang unik tentang kapan harus menjual saham. Dia berpendapat bahwa investor tidak perlu terlalu lama memegang sebuah saham. Jika perusahaan sudah berjalan sesuai dengan ekspektasi dan harga sahamnya sudah mencerminkan kinerja yang baik, maka sudah saatnya untuk menjual dan mencari peluang investasi baru. Dengan kata lain, Lynch menganjurkan investor untuk tidak terlalu bergantung pada satu saham saja, tetapi terus mencari peluang-peluang baru yang lebih menjanjikan.
Intinya, menurut Lynch, investasi saham itu tidak harus rumit. Kita bisa menemukan peluang-peluang bagus dengan cara yang sederhana dan menyenangkan, asalkan kita mau memperhatikan apa yang terjadi di sekitar kita dan menggunakan akal sehat.
Saya sendiri tidak menganjurkan anda sabar pada apa yang tidak anda pahami dalam investasi. Namun, seperti dalam wawancaranya di Wall Street Journal Tahun 2014, Charlie Munger mengatakan banyak investor yang tidak bisa sabar menunggu dan kita harus bekerja keras guna mengatasinya.
Related News
ESG Rating: Instrumen Transformasi Atau Ilusi Korporasi?
IHSG All Time High, Euforia atau Babak Baru Pasar Modal Indonesia?
Redenominasi Rupiah, Berdampak Terhadap Pasar Modal dan Investor?
Laporan Keberlanjutan (ESG), Risiko yang Terabaikan Investor Ritel
Badai Koreksi di Tengah Optimisme G20, Apakah Asing Tetap Setia?
Dividen Perusahaan Tambang Ambil Rasio 100% Laba Bersih, kok, Bisa?





