EmitenNews.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengharapkan adanya dukungan lebih dari kementerian lain dalam memicu kinerja industri manufaktur di Tanah Air. Pasalnya tingkat kepercayaan tinggi dari para pelaku industri menunjukkan bahwa mereka solid dalam menjalankan usahanya karena didukung oleh kebijakan yang probisnis.


“Saya tidak bosan-bosannya untuk terus mengingatkan ke kementerian lain dalam upaya memacu kinerja industri manufaktur, karena sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Seandainya saja program harga gas bumi tertentu (HGBT) bisa berjalan dengan baik, pasti tingkat optimisme dari pelaku industri kita akan jauh lebih tinggi lagi,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (1/2/2024).


Menperin menilai sampai saat ini implementasi kebijakan HGBT untuk industri masih belum optimal. Contohnya realisasi penyaluran alokasi gas industri tertentu untuk pengguna HGBT di Jawa Timur kerap kurang dari jumlah alokasi yang ditetapkan. Padahal, alokasi volumenya sudah diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu.


“Insentif HGBT untuk sektor industri ini memang sangat mutlak dilakukan karena dapat menarik investasi masuk ke Indonesia. Dengan upaya ini, tentunya total kapasitas produksi industri kita akan menjadi lebih optimal, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor” papar Agus.


Kebijakan lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah pemberlakuan aturan yang ketat untuk impor. Hal tersebut menyusul membanjirnya produk tekstil impor yang masuk secara ilegal, sehingga mengakibatkan sejumlah produsen tekstil dalam negeri harus gulung tikar.


Artinya, lanjut Menperin, perlu pengoptimalan implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag No 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.


“Program HGBT yang tidak berjalan baik dan produk-produk impor ilegal ini menciptakan opportunity lost bagi industri manufaktur, yang juga berdampak pada daya saing industri yang tidak maksimal,” tegasnya.


Oleh karena itu, menurut Menperin, dua kebijakan tersebut perlu diakselerasi pelaksanaanya dengan tepat, agar kinerja industri manufaktur semakin gemilang, termasuk pada capaian PMI Manufaktur Indonesia.


Hal tersebut sejalan dari laporan S&P Global yang menyebut bahwa kenaikan penjualan dan produksi mendorong manufaktur untuk mengoptimalkan aktivitas pembelian bahan baku pada awal tahun. Tingkat pertumbuhan ini mengalami percepatan tertinggi dalam dua tahun lebih, dan solid secara keseluruhan. Percepatan ini terjadi karena adanya permintaan baru di pasar domestik, termasuk juga ekspor.


Menperin juga menambahkan, lonjakan produksi di sektor industri manufaktur turut berdampak terhadap penambahan jumlah tenaga kerja. “Beberapa perusahaan manufaktur Indonesia berupaya untuk terus menaikkan kapasitas tenaga kerja untuk mengatasi kenaikan beban kerja,” imbuhnya.(*)